Selasa 16 Oct 2018 17:00 WIB

Tiga Alasan Kepala Daerah Terjerat Korupsi Menurut JK

KPK baru mengamankan Bupati Bekasi terkait kasus perizinan Meikarta.

Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Foto: Republika/Idealisa Masyrafina
Wakil Presiden Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan sedikitnya ada tiga alasan di balik banyaknya kepala daerah terlibat kasus korupsi dan terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK. Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin menjadi kepala daerah terakhir yang ditangkap KPK.

"Itu akibat antara lain ya karena ingin hidup lebih baik, tentu gaji tidak cukup," kata Wapres Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Selasa (16/10).

Keinginan untuk memiliki pendapatan lebih menjadi alasan utama bagi kepala daerah untuk melakukan tindak pidana korupsi, dengan menyalahgunakan jabatannya. Kedua, lanjut JK, mahalnya biaya politik saat pemilihan kepala daerah (pilkada) juga mengakibatkan kepala daerah terpilih berupaya mendapatkan uang dengan segala cara untuk menutupi biaya kampanyenya.

Meskipun, sudah ada sebagian fasilitas kampanye dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membuat biaya politik lebih murah, para calon kepala daerah tetap saja mengeluarkan biaya tinggi untuk meraih dukungan masyarakat. "Sebenarnya sekarang sudah diturunkan (solusinya), dengan kampanye tidak boleh besar-besaran, baliho dipasang KPU, kampanye diatur. Itu semua mengefisienkan calon. Tapi karena namanya persaingan, jadi selalu ingin lebih tinggi, akhirnya biaya mahal," jelasnya.

Alasan terakhir, menurut Wapres, keinginan pengusaha untuk memperoleh izin investasi di daerah dengan cepat juga menyebabkan tindak pidana korupsi tinggi di daerah. Sehingga, untuk mempercepat proses perijinan investasi di daerah, para pengusaha sering menggunakan cara kotor agar pemda setempat segera mengeluarkan ijin tersebut.

"Orang (pengusaha) ingin cepat minta izin, maka karena orang nyogok itu agar cepat keluar izinnya. Jadi prosesnya harus diperbaiki," tambahnya.

Banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi oleh KPK menyebabkan negara mengalami kerugian secara materi dan jalannya pemerintahan di daerah menjadi terganggu. "Ya tentu juga kita prihatin begitu banyak ditangkal, tapi begitu terjadi terus. Jadi ini kadang-kadang orang (kepala daerah) sepertinya tidak takut kena sanksi," ujarnya.

Neneng diamankan KPK saat OTT yang digelar pada Ahad (14/10) siang hingga Senin (15/10) dini hari. Selain Neneng, KPK juga telah mengamankan tersangka lainnya, yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) dari kediamannya. Neneng menjadi kepala daerah ke-99 yang diproses KPK sejak 2004.

"Pada 2018 sampai saat ini, 25 orang Kepala Daerah diproses baik melalui OTT atau tidak. Dan kasus ini merupakan OTT ke-23 pada 2018 dengan total tersangka 87 orang," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement