Ahad 14 Oct 2018 23:44 WIB

KLHK Perkaya Materi RPP Sistem Penyangga Kehidupan

KLHK berkomitmen melengkapi seluruh mandat delegasi dalam Undang-Undang Nomor 5/ 1990

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Saat mengambil sampel air Sungai Cileungsi di vila nusa indah 5, Desa Ciangsana, Gunung Putri, oleh Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C)  , Puarman dan Direktorat Pengendalian Pencemaran Air Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) , Sigit Walgito. Selasa ( 28/8)
Foto: Dok KP2C
Saat mengambil sampel air Sungai Cileungsi di vila nusa indah 5, Desa Ciangsana, Gunung Putri, oleh Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C) , Puarman dan Direktorat Pengendalian Pencemaran Air Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) , Sigit Walgito. Selasa ( 28/8)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus memperkaya materi pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekowisata (KSDAE) KLHK, Wiratno mengatakan salah satu caranya menggelar konsultasi publik untuk menjaring berbagai masukan dari pihak terkait.

"Hambatan dan kendala konservasi di Indonesia bukan semata karena peraturan yang tak mengakomodir permasalan di lapangan. Ini juga bisa terjadi karena peraturan tersebut belum ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksana pada level operasional," katanya dalam rilis tertulis kepada Republika, Ahad (14/10).

Penyusunan PP Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan menggandeng United Nations Development Programme (UNDP) dan dukungan pembiayaan dari Global Environment Facility (GEF) melalui proyek Sustainable Palm Oil Initiative (SPOI). Wiratno mengatakan KLHK berkomitmen melengkapi seluruh mandat delegasi dalam Undang-Undang Nomor 5/ 1990.

"Setelah menjadi PP, nantinya akan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri (Permen)," katanya.

PP Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan adalah satu dari tiga peraturan yang harus disusun segera. Wiratno mengatakan dari delapan PP yang menjadi mandat dari UU, masih ada tiga PP lain yang perlu ditindaklanjuti, yaitu PP Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan, PP Peran Serta Masyarakat, dan PP Cagar Biosfer.

Konsep pengaturan ini, sebut Wiratno tidak akan mengubah hak dan status lahan asal. Tujuannya lebih kepada bagaimana pengaturan untuk meningkatkan integrasi pengelolaan kawasan berbasis lansekap bernapaskan konservasi lingkungan.

Sekretaris Direktur Jenderal KSDAE KLHK, Hery Subagiadi mengatakan ada tiga hal yang diatur dalam PP ini. Pertama, penetapan wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kedua, pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan. Ketiga, pengaturan cara pemanfaatan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan.

Ahli Hukum dan Lingkungan Universitas Indonesia, Budi Riyanto menilai pemerintah terlena lebih dari 28 tahun untuk menyelesaikan RPP ini. Padahal RPP ini diperlakukan untuk mengatur wilayah-wilayah tertentu yang ditetapkan sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

Guru Besar Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Djoko Marsono mengingatkan fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, termasuk konservasi tanah dan air bukan hanya tugas hutan konservasi atau hutan lindung, namun juga hutan produksi dan areal nonkawasan hutan. Guru Besar Konservasi Institut Pertanian Bogor (IPB), Hadi S Alikodra mengatakan kegiatan konservasi membutuhkan sistem mandiri, khususnya bidang pendanaan, sehingga tak lagi bergantung pada APBN atau APBD. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement