REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Korban gempa dan tsunami di Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), mengaku belum mendapat kabar mengenai rencana relokasi maupun pembangunan tempat pengungsian terpadu yang bersifat sementara.
"Mengenai barak pengungsi dan relokasi permukiman sama sekali belum ada kabar," kata salah satu korban gempa dan tsunami Kecamatan Sindue Mohammad Hamdin, Sabtu (13/10).
Dihubungi dari Palu, Mohammad Hamdin mengaku bahwa belum ada tanda-tanda langkah pemerintah untuk membangunkan barak bagi pengungsi korban gempa dan tsunami. "Warga di sini serba kesusahan dan serba salah. Mau balik ke rumah, sementara rumah suda tidak layak huni. Mau bertahan di lokasi pengungsian, sementara terpal tidak layak digunakan," ucap Hamdin.
Saat ini, kata Hamdin, sekitar 1.373 jiwa atau lebih dari 300 kepala keluarga dari berbagai desa di Kecamatan Sindue mengungsi di lapangan Sanggola Dusun 01 Pompaya Desa Lero Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala. Mereka hanya dapat bantuan dari salah satu partai politik dan relawan berupa makanan, air minum, pakaian dan tenda.
Sementara sarana lainnya tidak ada seperti MCK, air untuk mandi, cuci pakaian, piring dan memasak tidak tersedia. "Kalaupun tersedia itu air dari irigasi, atau saluran-saluran pertanian. Ini sangat membahayakan kesehatan warga," ujar dia.
Hamdin menyarankan kepada pemerintah agar segera memikirkan lokasi pengungsian terpadu yang sifafnya sementara dan jauh dari ancaman tsunami serta gempa. "Lokasi pengungsian warga itu tidak jauh dari laut. Karena Desa Lero itu desa yang berdekatan dengan laut," sebutnya.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan hunian sementara (huntara) bagi korban bencana di Sulawesi Tengah. Ia menyebut, huntara yang akan dibangun jumlahnya bisa lebih dari 5.000 unit.
Sutopo memperkirakan jumlah huntara akan melebihi jumlah hunian tetap (huntap). Sebab, huntara dibangun bagi seluruh warga yang rumahnya rusak akibat gempa maupun tsunami. Sedangkan, huntap diperuntukkan bagi warga yang rumahnya akan direlokasi.
"Jumlah huntara belum pasti, sampai sekarang masih didata. Tetapi huntara pasti lebih banyak. Sebab, huntara dibutuhkan untuk warga yang direlokasi, dan yang rumahnya rusak tapi tidak direlokasi," ujar Sutopo di Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis (11/10).
Ia menjelaskan, pembangunan huntara agar para pengungsi mendapatkan tempat tinggal sementara yang layak dibandingkan tenda pengungsian. Sutopo mengatakan, pembangunan huntara direncanakan akan dimulai awal November 2018. Dengan masa pembangunannya memakan waktu selama dua bulan.
"Huntara adalah hunian sementara untuk tempat tinggal sementara sambil menunggu hunian tetap," kata Sutopo.