Sabtu 13 Oct 2018 06:37 WIB

IMF Ingatkan Utang dan Tantangan Ekonomi Global

OJK juga telah mengeluarkan berbagai insentif kepada perbankan

Konferensi Pers IMF. Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde menyampaikan konferensi pers pada Pertemuan Tahunan IMF - World Bank 2018 di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10).
Foto: Republika/ Wihdan
Konferensi Pers IMF. Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde menyampaikan konferensi pers pada Pertemuan Tahunan IMF - World Bank 2018 di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10).

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Sapto Andika Candra

Kondisi keuangan makin ketat dan dapat mendorong arus balik modal di negara berkembang.

Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan soal tantangan global yang akan dihadapi bersama dan meningkatnya ketegangan perdagangan. Karena, negara-negara berkembang yang rentan terhadap perubahan ini diminta melakukan antisipasi.

Direktur Pelaksana dan Kepala IMF Christine Lagarde mengingatkan negara-negara yang hadir dalam Pertemuan Tahunan IMF-Grup Bank Dunia (WBG) di Nusa Dua, Badung, Bali, terkait tantangan ekonomi yang sedang mengadang. Bos IMF itu menyebutnya dengan istilah 'multilateralisme baru' yang arahnya lebih berorientasi pada masyarakat dunia.

 

Salah satu tantangan dunia saat ini adalah meningkatnya risiko dan kerentanan terhadap utan. Mengutip data IMF, utang pemerintah dan swasta secara global menyentuh 182 triliun dolar AS atau setara 224 persen PDB dunia. Angka ini 60 persen lebih tinggi dibandingkan 2007.

"Saat kondisi keuangan makin ketat, angin dapat berputar, terutama untuk negara-negara berkembang, mendorong adanya arus balik modal," kata Lagarde dalam pidatonya saat Rapat Pleno Pertemuan Tahunan IMF-WBG, Jumat (12/10).

Lagarde mendorong setiap negara mulai memikirkan kebijakan domestik yang dilengkapi jaring pengaman keuangan global dan pengaturan keuangan regional. IMF sendiri, lanjut Lagarde, berupaya menjaga stabilitas keuangan global, termasuk dengan penyaluan pinjaman, pemantauan, dan pengembangan kapasitas.

"Dunia yang terhubung ini tak bisa dikelola sendiri. Kita perlu kerja sama," kata Lagarde.

Tantangan lainnya yang ia sebut menyangkut stabilitas makroekonomi dengan sektor perdagangan sebagai bahan bakarnya. Dalam 70 tahun belakangan, kata Lagarde, sektor perdagangan telah mendorong pertumbuhan dan kesejahteraan bagi seluruh negara di dunia.

Namun, kondisinya kini justru berbalik. Ekonomi negara-negara lain di dunia, terutama negara berkembang, pun terkena imbasnya.

"Kami tidak memperkirakan eskalasi ketegangan perdagangan saat ini mampu menurunkan produk domestik bruto (PDB) global hingga satu persen selama dua tahun ke depan," ujar Lagarde.

Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia juga melakukan antisipasi terhadap ketidakpastian global yang terjadi. "Tentu saja, kita tidak tinggal diam dengan situasi ini. Pemerintah, BI, dan OJK telah menerbitkan bauran kebijakan jangka pendek dan menengah serta terus memantau perkembangan ekonomi yang terjadi," kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement