REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) menyatakan ada tiga fokus evaluasi dalam penanganan tanggap darurat bencana di Sulawesi Tengah. Yakni proses identifikasi korban meninggal dunia, pelayanan medis terhadap korban selamat, dan upaya pemberian tempat tinggal sementara (sheltering).
Presidium MER-C, dr Arief Rachman menjelaskan, tim Disaster victim investigation (DVI) yang diterjunkan ke daerah bencana jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jenazah yang ditemukan. Sehingga, menurut dia, proses identifikasi memakan waktu yang cukup lama. Padahal, jenazah yang telah dibawa ke rumah sakit mulai mengalami kerusakan.
"Petugas tim DVI kepolisian jumlahnya terbatas, sehingga proses identifikasi terlambat sementara jenazah sudah mengalami kerusakan, dan menimbulkan bau tidak sedap di pelataran rumah sakit," kata Arief dalam konferensi pers di Kantor Pusat MER-C, Jakarta Pusat, Jumat (12/10).
Selain itu, upaya memberikan pelayanan kesehatan terhadap korban selamat yang terdampak gempa dan tsunami. Arief mengatakan, korban yang mengalami luka-luka harus segera ditangani. Serta para pengungsi yang juga mulai terserang penyakit.
"Jangan sampai mereka tidak tertangani dengan baik dan kesehatannya memburuk sehingga menjadi bencana kedua," kata Arief.
Ia mengatakan, pelayanan medis ini termasuk pemberian obat-obatan. Arief menambahkan, pelayanan kesehatan juga perlu diperhatikan terhadap korban yang mengalami trauma pascabencana.
Kemudian, lanjut dia, upaya memberikan tempat tinggal sementara bagi para korban selamat. Terutama bagi mereka yang rumahnya hancur akibat gempa, tsunami, dan likuifaksi di beberapa wilayah. Para korban terdampak yang tersebar di banyak titik tenda pengungsian harus lebih diperhatikan.
"Penyaluran bantuan logistik seperti makanan dan minuman serta pelayanan kesehatan harus dilakukan secara merata," tutur Arief.
Ia menambahkan, pemerintah harus memastikan petugas pelayanan medis di Sulteng masih tercukupi setelah masa tanggap darurat berakhir. Sebab, menurut dia, biasanya para relawan kesehatan dari lembaga akan berangsur-angsur menarik diri setelah masa tanggap darurat dihentikan.
"Ketika pemerintah mencabut status masa tanggap darurat bencana, jadi fase rehabilitasi, pelan-pelan lembaganya relawan kesehatan akan menarik diri," ungkap Arief.
Sementara, kata dia, petugas pelayanan seperti dokter dan perawat di Sulteng terutama di Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Sigi juga menjadi korban bencana. Sehingga, pemerintah perlu memastikan tim pelayanan medis masih mencukupi menangani korban terdampak bencana setelah masa tanggap darurat berakhir.