Jumat 12 Oct 2018 15:56 WIB

Terungkap Peran Setnov dan Sofyan Basir di Kasus PLTU Riau-1

KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau-1.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
 Diperiksa KPK. Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir   bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (28/9).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Diperiksa KPK. Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tersangka penerima suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih pada Kamis (11/10), dihadirkan sebagai saksi di sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau-1 dengan terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo. Dalam persidangan itu, Eni mengungkap peran mantan ketua DPR, Setya Novanto (Setnov) dan Direktur Umum PLN Sofyan Basir.

Menurut Eni perkenalannya dengan Kotjo, yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd diinisiasi oleh Setnov kala Setnov masih menjabat sebagai ketua DPR. Saat itu, lanjut Eni, dirinya merupakan anggota DPR Komisi VII yang bermitra dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Pak Novanto minta saya kenal dengan pak Kotjo, saya (diminta) bantu pak Kotjo. Jadi urusan-urusan proyek saya diminta bantuan untuk mengawal proyek yang beliau kerjakan. Pada waktu itu tidak sebut spesifik betul proyek ini," kata Eni di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/10).

Eni mengatakan pertemuan awal dengan Kotjo dilakukan di Hotel Fairmont Jakarta yang disebutnya diatur oleh putra Novanto, Rheza Herwindo. Dalam pertemuan itu, Eni mengaku belum ada pembicaraan spesifik mengenai proyek.

"Pertama kita saling mengenal saling tahu. Pak Kotjo sudah kenal saya sebagai anggota Komisi VII Fraksi Golkar dan saya anak buah Pak Novanto, beliau ketua fraksi (Golkar) saat kasus papa minta saham. Saya mulai tahu beliau banyak proyek di PLN, pertama pastinya tentang PLTU," kata Eni.

Selang beberapa lama usai pertemuannya dengan Kotjo, Eni mengaku sempat dipanggil ke ruangan Novanto yang saat itu sudah kembali lagi menjadi ketua DPR setelah kasus 'Papa minta saham'. "Saya dipanggil lagi pak Nov di ruang ketua DPR. Pak nov sampaikan ke saya kami dapat 1,5 juta dollar AS sama saham. Saya enggak kepikir apa itu untuk menyemangati saya," ucapnya.

Menurut Eni, saat itu dirinya berpikir uang dan (fee) saham tersebut merupakan proyek Novanto dan Kotjo. Kepada JPU KPK, Eni pun mengaku dirinya hanya bertugas sebagai petugas partai

"Jadi kalau melihat bahwa pak Nov begitu yakin saya dia enggak main-main. Saya tanpa pak Nov berikan imbalan atau janji ke saya, beliau itu adalah atasan saya. Saya ini kan petugas partai apa pun yang diperintahkan pimpinan saya kerjakan," ujarnya.

Di persidangan, Eni juga mengakui bahwa pembagian fee terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1 juga diketahui oleh Sofyan Basir. Menurut Eni, Sofyan seharusnya mendapat jatah paling besar.

"Waktu itu disampaikan kalau ada rezeki, ya sudah bagi bertiga. Saya bilang, Pak Sofyan yang bagiannya paling the best (terbaik)," kata Eni kepada majelis hakim.

Menurut Eni, itu bukan pertama kalinya dia membicarakan masalah pembagian fee bersama Sofyan Basir. Dalam pertemuan di Hotel Fairmont, Jakarta, pada akhir 2017, menurut Eni, Sofyan pernah mengatakan, bahwa Eni juga seharusnya mendapat bagian besar dari proyek tersebut.

"Memang tidak spesifik bilang kalau ada rezeki. Tapi kata Beliau (Sofyan Basir), karena Bu Eni yang fight di sini, harus dapat yang the best lah," kata Eni.

Kepada Majelis Hakim, Eni mengakui dirinya menawarkan agar Sofyan mendapat jatah paling besar. Namun, menurut Eni, Sofyan menolak. Menurut Eni, Sofyan meminta agar fee dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Kotjo, dibagi-bagi secara rata.

"Tetapi Sofyan Basir menolak. Dia meminta supaya dibagi rata, saya, Idrus dan Sofyan Basir"" tanya salah satu hakim anggota saat membaca keterangan Eni dalam BAP.

"Iya betul yang mulia," jawab Eni.

Selain itu, dalam persidangan Eni juga mengungkapkan dirinya  pernah meminta Sofyan Basir untuk berbicara dengan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Kotjo. Ia meminta  agar Sofyan mengupayakan ada pemberian fee dari Johannes Kotjo kepada Idrus Marham yang saat itu menjabat pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar.

"Saya minta Pak Sofyan Basir bicara sama Kotjo untuk memperhatikan Pak Idrus," kata Eni kepada majelis hakim.

Menurut Eni, permintaan itu disampaikan atas inisiatif dirinya sendiri. Eni merasa Idrus Marham adalah orang yang benar-benar bekerja untuk Partai Golkar. Idrus juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Selain melalui Sofyan Basir, Eni juga menyampaikan secara langsung kepada Kotjo untuk memberikan uang kepada Idrus Marham. "Saya inisiatif ke Pak Sofyan Basir agar perhatikan Idrus. Kalau ada rezeki tolong diperhatikan," kata Eni.

Setnov seusai saat diperiksa KPK pada 27 Agustus lalu menyatakan, tidak mengetahui mengenai kasus dugaan suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Setnov sendiri saat ini tengah menjalani vonis 15 tahun penjara dalam kasus terkait proyek KTP-elektronik.

"Waduh tidak tahu saya tuh, kan Saya sudah masuk (tahanan)," kata Setya Novanto di gedung KPK Jakarta, Senin (27/8).

Adapun, Sofyan Basir telah beberapa kali diperiksa beberapa kali oleh KPK sebagai saksi. Nama Sofyan Basir mencuat setelah Eni Saragih dan Kotjo ditangkap tim penindakan KPK pada 13 Juli 2018. Penyidik KPK bahkan langsung menggeledah rumah pribadi Sofyan sehari setelah Eni Saragih dan Kotjo ditetapkan sebagai tersangka suap. Penyidik KPK juga menggeledah ruang kerja Sofyan di Kantor Pusat PLN.

[video] Sofyan Basir akan Hormati Proses Hukum

 

 

Baca juga

Respons KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mencermati fakta persidangan Johannes B Kotjo, untuk medalami keterlibatan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir, dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, sampai saat ini status Sofyan masih sebagai saksi.

"Nanti kami mendalami hasil yang muncul di persidangan (Johannes B Kotjo). Nanti kami pelajari, nanti kami kembangkan (keterlibatan Sofyan Basir)," kata Saut, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/10).

Menurut Saut, semua fakta persidangan Kotjo akan menjadi masukan bagi penyidik KPK mengembangkan kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. Saut mengatakan, penyidik bersama jaksa penuntut umum KPK akan mempelajari lebih lanjut fakta-fakta yang muncul di persidangan Kotjo.

"Penyidik yang dengan subjektifitasnya dia, walaupun itu juga di bawah komando kami tentunya, mereka juga punya analisis, mana yang lebih dulu (menjadi tersangka selanjutnya)," ujarnya.

Dalam kasus ini, Eni disangka sebagai penerima suap sementara Johanes Kotjo sebagai pemberi suap dengan nilai total Rp 4,8 miliar. Johanes Kotjo merupakan pihak swasta pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Tersangka terakhir yang ditetapkan KPK adalah Idrus Marham.

Diduga saat menjabat sebagai PIt Ketua Umum Partai Golkar periode November sampai dengan Desember 2017 dan Menteri Sosial, Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait dengan penerimaan uang oleh Eni dari Johannes. Idrus diduga telah menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni sebesar 1,5 juta dollar AS yang dijanjikan Johannes  apabila PPA Proyek PLTU Riau 1 berhasil dllaksanakan oleh Johannes dan kawan-kawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement