REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengalokasikan dana sekitar Rp 246,5 miliar untuk penanganan bencana di Sulawesi Tengah (Sulteng). Selain untuk bantuan pembangunan sekolah darurat, anggaran tersebut juga dialokasikan untuk bantuan berupa tunjangan khusus kepada guru terdampak bencana di Sulteng, serta pemulihan kegiatan belajar.
Direktur Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Kemendikbud Poppy Dewi Puspitawati mengatakan, bantuan tersebut merupakan penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kemendikbud Tahun 2018. Beberapa mata anggaran masih memerlukan proses revisi di Kementerian Keuangan.
"Yang penting proses pembelajaran terus berlangsung dengan segala keterbatasan yang ada. Yang ditekankan Pak Menteri itu agar anak-anak tetap berkegiatan dan memiliki semangat untuk belajar. Intinya agar anak-anak itu kembali ceria, bisa berkumpul dengan teman-temannya," ujar Poppy, Kamis (11/10).
Selain itu, kata Poppy, Kemendikbud juga telah mengirimkan 17 truk bantuan yang membawa bahan makanan, susu, air mineral, juga bahan bakar minyak (BBM). Bantuan didistribusikan kepada siswa, guru dan tenaga kependidikan terdampak.
"Guru-guru perlu diberikan penguatan, untuk trauma healing atau psikososial. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan mengirimkan para pelatih ke Sulteng untuk memotivasi dan mengajak guru-guru kembali ke sekolah," jelasnya.
Hingga saat ini Kemendikbud terus melakukan pendataan terhadap satuan pendidikan, pendidik, dan tenaga kependidikan, serta siswa terdampak gempa dan tsunami di Sulteng. Jumlah satuan pendidikan, siswa, pendidik, dan tenaga kependidikan terdampak akan terus diperbaharui berdasarkan perkembangan di lapangan setiap harinya.
"Nanti kita akan pastikan, dari data dapodik (data pokok pendidikan) dikurangi data terdampak yang dilaporkan tim," kata Poppy.
Poppy menjelaskan, per 6 Oktober 2018, sebanyak 422 sekolah mengalami kerusakan. 80 guru dan tenaga kependidikan serta 59 siswa menjadi korban, baik meninggal, hilang, maupun rawat inap. Tim dari direktorat teknis telah terjun ke lapangan sejak hari pertama pascabencana.
"Yang paling penting, kita telah mengaktivasi pos pendidikan, yang kita pusatkan di LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) Sulawesi Tengah," kata Poppy.
Proses pendataan, diakui Poppy, masih belum optimal khususnya di wilayah Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong. Cukup banyak pendidik maupun tenaga kependidikan yang belum teridentifikasi statusnya. Mereka dikabarkan mengungsi di gunung dan di luar wilayah Sulteng. Atau diduga menjadi korban tsunami dan likuifikasi.
Selain itu, masih banyak lokasi yang terisolasi. Posko Pendidikan terus memperbaharui data setiap hari setiap pukul 7 malam. Saat ini, sebanyak 26 pegawai LPMP Sulteng belum diketahui statusnya. Seorang staf bernama Arifin, dan seorang anak dari staf LPMP menjadi korban meninggal. Dua rumah pegawai dilaporkan hilang/amblas akibat likuifikasi, dan tiga rumah dinyatakan rusak berat. LPMP Sulteng mengalami kerusakan ringan, tetapi masih dapat menjalankan fungsinya.