Kamis 11 Oct 2018 17:36 WIB

Guru Besar UI: Harus Ada Aturan Penggunaan Bahasa

Pemakaian bahasa asing marak karena keengganan mencari padanan bahasa Indonesia.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Ani Nursalikah
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Foto: Republika/Prayogi
Kamus Besar Bahasa Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI) Rahayu Surtiati Hidayat menilai, penyebab banyaknya informasi pelayanan publik yang salah kaprah dalam penggunaan bahasa karena tidak adanya kejelasan aturan bahasa. Menurut dia, kesalahan penggunaan bahasa bukan hanya terjadi pada pelayanan publik, melainkan juga kalangan akademisi.

"Sebenarnya itu tak hanya terjadi di pelayajan publik. Saya beberapa kali menyunting karya ilmuwan, juga guru besar, masih banyak kesalahan bahasa," kata dia di Kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (11/10).

Baca Juga

Menurut dia, hal itu bukan disebabkan karena masyarakat tak bisa menggunakan bahasa Indonesia. Lebih dari itu, masyarakat tak tertib dalam menggunakan bahasa Indonesia.

Menurut dia, maraknya penggunaan bahasa asing sering kali disebabkan keengganan mencari padanan bahasa Indonesia. Padahal, padanan bahasa asing itu sudah ada di glosarium Badan Bahasa meskipun glosarium Badan Bahasa juga tak banyak berkembang.

Rahayu juga mengeluhkan sikap media massa yang juga tak tertib dalam penggunaan bahasa Indonesia. "Saya juga sering sakit hati dengan surat kabar. Karena itu dibaca banyak orang tapi bahasanya tidak tertib," ucap dia.

Karena itu, penggunaan bahasa Indonesia, khususnya dalam pelayanan publik, perlu diatur dengan ketat. Namun, ia ragu sudah ada turunan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, yang sudah diejawantahkan dalam bentuk peraturan yang lebih ketat.

Ia mencontohkan, di Prancis,  surat kabar, film, juga televisi, tak boleh memuat lebih dari 10 persen kata asing. Jika melebihi kuota, akan ada denda yang diberikan. Alhasil, publik Prancis lebih dikenal bangga menggunakan bahasanya daripada bahasa lain.

Menurut dia, hal itu patut dicoba untuk meminimalisasi salah kaprah dalam penggunaan bahasa. Apalagi, mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing.

"Tentu saja peraturan itu tak bisa jalan sendiri. Yang paling penting adalah sistem bahasanya. Harus jelas fungsi bahasanya, bahasa daerah untuk apa, bahasa Indonesia untuk apa," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement