Kamis 11 Oct 2018 17:11 WIB

Masih Banyak Kantor Pelayanan Publik Salah Berbahasa

Ada indikasi pejabat publik kurang paham Bahasa Indonesia.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Ani Nursalikah
Suasana di sebuah kantor kecamatan.
Suasana di sebuah kantor kecamatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia merilis hasil survei penggunaan bahasa untuk pelayanan publik pada Kamis (11/10). Dari hasil survei tersebut, masih banyak kantor pelayanan publik yang salah dalam menggunakan bahasa.

Wakil Ketua Ombudsman Lely Pelitasari Soebekty mengatakan, masih banyak kantor kementerian/lembaga yang masih sering mencampurkan penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa asing atau bahasa daerah. Bahkan, tak jarang juga penulisan bahsa dalam pengumuman layanan publik masih salah.

"Salah satu kalimat pun dalam bahasa ini bahaya. Karena dalam komunikasi yang penting itu pesannya sampai," kata dia di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (11/10).

Karena itu, penggunaan bahasa penting untuk diperhatikan. Apalagi, jika penggunaan tersebut dimaksudkan untuk pelayanan publik.

Berdasarkan survei Ombudsman, masih banyak ditemukan penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan pedoman umum bahasa Indonesia. Salah satu surveyor Ombudsman Diani Indah Rachmitasari menjelaskan, kesalahan penggunaan bahasa itu ditemukan dalam bentuk pengumuman di kantor pelayanan publik.

Ia mencontohkan, di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bengkulu Selatan, ada sebuah pengumuman yang memuat kata dilegalisir dengan "dilegaliser". Selain itu, di Kepolisian Resor Kota Gorontalo, papan petunjuk layanan disabilitas ditulis dengan kata "layanan dishabilitas".

"Tak hanya itu, penggunaan bahasa Indonesia juga sering bercampur dengan bahasa asing. Bahasa asingnya juga tidak benar," kata dia.

Di Satlantas Polres Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, misalnya, kata komplain ditulis dengan "complain". Sementara di Dinas Penanaman Modal Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung, penulisan relevant digunakan kata "relevan".

Ia menjelaskan, di banyak tempat juga digunakan percampuran bahasa daerah dengan bahasa Indonesia, serta kesalahan penulisan singkatan. Setelah dianalisis berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, memang tak ada larangan menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah. Namun, penggunaan bahasa Indonesia harus diutamakan dalam kegiatan kemasyarakatan termasuk pelayanan publik.

Menurut dia, penggunaan bahasa yang baik dan benar harus menjadi tolok ukur keberhasilan pelayanan publik. Selain itu, penulisan bahasa di ruang pelayanan publik memudahkan masyarakat memahami standar layanan.

Ombudman menyimpulkan, kesalahan penulisan informasi di kantor pelayanan publik bukan terjadi karena salah dari percetakan. Lebih dari itu, ada indikasi kekurangpahaman pejabat publik mengenai Bahasa Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement