REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh mengingatkan tim penanganan gempa bumi Mataram agar berhati-hati menggunakan dana bantuan bencana yang disalurkan dari berbagai pihak.
"Semua penggunaan dana bantuan bencana harus tercatat dengan baik dan tidak terlepas dari berbagai aturan dan ketentuan yang berlaku," katanya kepada sejumlah wartawan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (11/10).
Hingga saat ini, katanya, pemerintah kota telah menerima bantuan lebih dari Rp1 miliar dari berbagai pihak untuk membantu korban gempa bumi di Kota Mataram. Bantuan yang datang dari berbagai pihak baik dari pihak swasta, lembaga kemasyarakat maupun pemerintah daerah lainnya, tidak hanya dalam bentuk uang tunai melainkan juga dalam bentuk barang.
"Pemanfaatan dana bantuan itu harus jelas dan tercatat meskipun dana bantuan tersebut tidak masuk dalam APBD, namun bisa diaudit juga," katanya mengingatkan.
Belum lama ini, Pemerintah Kota Mataram telah menerima bantuan penanganan bencana dari beberapa sumber, antara lain dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sebesar Rp470 juta, selain itu Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kota Bogor, Pemerintah Provinsi Jawa Barat serta sumber-sumber lainnya yang nilainya juga cukup besar.
"Dana bantuan tersebut, akan digunakan untuk penanganan pascabencana salah satunya membangun rumah singgah sementara (RUSI) bagi para korban gempa bumi yang rumahnya rusak berat dan kegiatan lainnya," katanya.
Ia menambahkan anggaran penanganan bencana yang diajukan pemerintah kota sebesar Rp1 triliun lebih ke pemerintah pusat dijanjikan akan diberikan secara bertahap selama tiga tahun ke depan.
Dengan demikian, pemerintah kota masih membutuhkan dukungan anggaran dari berbagai pihak untuk mempercepat proses rekonstruksi dan rehabilitasi penanganan gempa di Mataram.
"Kebijakan realisasi anggaran secara bertahap hingga tiga tahun ke depan memang sedikit menghambat pecepatan pemulihan, namun kita harus taat aturan dan akan kita upayakan juga untuk penanganan cepat melalui APBD," katanya.
Karenanya, untuk perbaikan fasilitas umum dan fasilitas pemerintah yang membutuhkan anggaran di bawah Rp200 juta sudah dialokasikan melalui APBD perubahan 2018.
Sedangkan perbaikan fasilitas umum dan fasilitas pemerintah dengan kebutuhan anggaran di atas Rp200 juta, dialokasikan melalui APBD murni 2019. "Alokasi anggaran itu sifatnya antisipasi, artinya jika anggaran dari pemerintah cair maka anggaran pemerintah kota akan menjadi silpa dan dimanfaatkan untuk kepentingan mendesak lainnya," katanya.