REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka penerima suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih hari ini dihadirkan sebagai saksi di sidang lanjutan pemeriksaan saksi kasus PLTU Riau-1 dengan terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo. Dalam persidangan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI itu menyebut peran mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov).
Menurut Eni perkenalannya dengan Kotjo pun dikenalkan oleh Novanto. Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.
"Pak Novanto minta saya kenal dengan pak Kotjo, saya (diminta) bantu pak Kotjo. Jadi urusan-urusan proyek saya diminta bantuan untuk mengawal proyek yang beliau kerjakan. Pada waktu itu tidak sebut spesifik betul proyek ini," kata Eni di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/10).
Saat itu, lanjut Eni, dirinya merupakan anggota DPR Komisi VII yang bermitra dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN). "Paling enggak saya anggota DPR, mitra saya PLN saya sering ketemu direksi-direksi, mitra saya minimal memfasilitasi pertemuan pak Kotjo," terangnya.
Eni mengatakan, pertemuan awal dengan Kotjo dilakukan di Hotel Fairmont Jakarta yang disebutnya diatur oleh putra Novanto, Rheza Herwindo. "Yang saya ingat di Fairmont makan siang ada anaknya pak SN, Rheza, lalu ada James keponakan pak Kotjo dan Indra tim saya. Saya makan siang bareng," tutur Eni.
Dalam pertemuan itu, Eni mengaku belum ada pembicaraan spesifik mengenai proyek. Pertemuan itu disebutnya hanya membahas hal-hal awal tentang perkenalan.
"Pertama kita saling mengenal saling tahu. Pak Kotjo sudah kenal saya sebagai anggota komisi VII Fraksi Golkar dan saya anak buah Pak Novanto, beliau ketua fraksi (Golkar) saat kasus 'papa minta saham'. Saya mulai tahu beliau banyak proyek di PLN, pertama pastinya tentang PLTU," kata Eni.
Selang beberapa lama usai pertemuannya dengan Kotjo, Eni mengaku sempat dipanggil ke ruangan Novanto yang saat itu sudah kembali lagi menjadi ketua DPR setelah kasus 'papa minta saham'. "Saya dipanggil lagi pak Nov di ruang ketua DPR. Pak Nov sampaikan ke saya kami dapat 1,5 juta dolar AS sama saham. Saya enggak kepikir apa itu untuk menyemangati saya," ucapnya.
Menurut Eni, saat itu dirinya berpikir uang dan (fee) saham tersebut merupakan proyek Novanto dan Kotjo. Kepada JPU KPK, Eni pun mengaku dirinya hanya bertugas sebagai petugas partai
"Jadi kalau melihat bahwa pak Nov begitu yakin saya dia enggak main-main. Saya tanpa pak Nov berikan imbalan atau janji ke saya, beliau itu adalah atasan saya. Saya ini kan petugas partai apapun yang diperintahkan pimpinan saya kerjakan," ujarnya.
Baca juga: Setnov Terseret dalam Pusaran Kasus PLTU Riau-1
Dalam perkara ini, Kotjo didakwa menyuap Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham yang saat itu Plt Ketua Umum Partai Golkar senilai Rp 4,75 miliar. Tujuannya, adalah agar Eni membantu Kotjo untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
Setnov seusai saat diperiksa KPK pada 27 Agustus lalu menyatakan, tidak mengetahui mengenai kasus dugaan suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Setnov sendiri saat ini tengah menjalani vonis 15 tahun penjara dalam kasus terkait proyek KTP-elektronik.
"Waduh tidak tahu saya tuh, kan Saya sudah masuk (tahanan)," kata Setya Novanto di gedung KPK Jakarta, Senin (27/8).