REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai, tudingan terhadap Kapolri Jenderal Tito Karnavian terkait aliran dana terpidana korupsi impor sapi Basuki Hariman harus dibuktikan.
"Kompolnas menganggap bahwa tudingan terhadap Kapolri adalah tudingan yang serius dan harus dapat dibuktikan kebenarannya," kata Komisioner Kompolnas, Bekto Soeprapto, melalui keterangan tertulisnya, Kamis (11/10).
Menurut Bekto, Kompolnas sebagai pengawas fungsional Polri sudah melakukan klarifikasi kepada penyidik Polda Metro Jaya dan Propam Polri terkait kasus yang dituduhkan kepada pribadi Kapolri.
Hasil klarifikasi yang dilakukan Kompolnas menunjukkan bahwa apa yang dituduhkan bahwa Tito menerima aliran dana dari perusahaan Basuki Hariman tidak terbukti.
Selain Kompolnas, KPK juga sudah menyatakan bahwa dalam kasus yang dituduhkan kepada Tito, perusakan buku bukti tidak terbukti. Tidak terbuktinya kasus ini diperkuat dengan pemeriksaan rekaman CCTV di KPK, saksi-saksi, dan pemeriksaan pengawas internal KPK.
Lebih lanjut, Polda Metro Jaya juga sudah melakukan penyelidikan tentang tuduhan adanya aliran dana kepada Tito yang saat itu menjabat Kapolda Metro Jaya kepada pihak-pihak yang terkait dengan masalah tersebut. "Semua menyatakan bahwa tuduhan tersebut tidak benar," ujar Bekto.
Bekto menambahkan, kepada pihak-pihak yang sudah menyebarkan berita bahwa pribadi Kapolri sudah menerima aliran dana, tetapi ternyata tidak dapat dibuktikan, Polri tidak boleh ragu-ragu untuk menegakkan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Kasus ini bermula saat sejumlah media massa menyatakan adanya catatan transaksi aliran dana dari CV Sumber Laut Perkasa ke rekening Tito terkait kasus impor daging sapi dalam buku kas berwarna merah sehingga kerap disebut Buku Merah.
Kasus ini dikaitkan dengan dua penyidik yang 'dikembalikan' ke Polri oleh KPK, AKBP Roland Ronaldy dan Kompol Harun, pada 13 Oktober 2017. Keduanya diduga tengah melakukan pelanggaran merusak barang bukti.
Perusakan itu berupa menyobek beberapa halaman dan menghapus beberapa data transaksi dari perusahaan Basuki Hariman di buku transaksi atau 'buku merah', yang diduga memuat nama Tito. Namun, penyelidikan Polri membantah adanya perusakan barang bukti tersebut.