REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa semua pihak wajib mentaati larangan yang diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu dalam teknis pelaksanaan kampanye pemilu. Hal itu sudah sesuai yang diatur dalam pasal 280 ayat 1 huruf h.
"Jadi penjelasan pasal 280 ayat 1 huruf membolehkan peserta pemilu hadir ketempat ibadah, ke tempat pendidikan dan kantor pemerintahan jika hadir karena adanya undangan dan tanpa atribut kampanye pemilu," jelas politikus PDI Perjuangan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/10).
Namun Tjahjo menyatakan kehadirannya tentu tidak boleh dalam rangka berkampanye pilpres dan caleg sebagaimana larangan undang-undang. Tetapi, kata dia, tidak masalah konteks menjadi narasumber dalam program sosialisasi pemilu cerdas, menolak politik uang, menolak politisasi SARA, menolak Hoaks dan menjaga persatuan kesatuan bangsa dan lainnya yang bersifat mendidik masyarakat adalah hal baik.
"Kampanye dan sosialisasi adalah dua hal yang berbeda yaitu sosialisasi dan edukasi masyarakat bukan hadir untuk berkampanye pemilihan capres dan caleg," tuturnya.
Lanjut Tjahjo, misalnya menghadiri undangan kampus yang melakukan sosialisasi dalam bentuk kampanye/gerakan bersama anti politik uang dan anti hoaks. Apalagi jika penyelenggara pemilu, baik KPU dan Bawaslu juga hadir pasti sangat mendidik masyarakat siswa dan juga mahasiswa. Prinsip Mendagri, setuju larangan kampanye di tempat-tempat yang ditentukan oleh penyelenggara pemilu.
Jika akan mengundang peserta pemilu, maka kontestan dan para pihak termasuk penanggungjawab lembaga pendidikan, tempat ibadah dan pengelola gedung pemerintahan harus koordinasi penyelenggara pemilu.
"Supaya tidak manjadi masalah dalam pelaksanaan. Mendagri mendukung penegakan hukum pemilu yang dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu," tutupnya.