Rabu 10 Oct 2018 09:00 WIB

Anies Ingin Ada Kesetaraan Terhadap Pengemudi Becak

Rumusan revisi Perda Tibum tentang becak sedang dibahas

Rep: Sri Handayani/Farah Noersativah Nabila/ Red: Bilal Ramadhan
Tukang becak (ilustrasi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Tukang becak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan becak merupakan salah satu usaha jasa. Hal ini perlu diatur sebagai profesi yang bisa beroperasi di wilayah-wilayah tertentu.

"Ini adalah jasa. Jasa itu jika tidak ada yang menggunakan ya tidak akan laku. Kita enggak bisa paksa orang, ya namanya jasa karena itu diatur diatur sebagai profesi yang ada di wilayah-wilayah tertentu," ujar di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (9/10).

Anies mengatakan, seperti profesi lain, para pengemudi becak bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun, selama ini keberadaan mereka masih dianggap sebagai pengganggu kemajuan dan modernitas Ibu Kota.

Ia ingin ada kesetaraan bagi para pengemudi becak. Dengan begitu, mereka bisa merasakan kesejahteraan di Ibu Kota. Anies mengatakan tidak adanya aturan yang mengatur tentang operasional becak menyebabkan mereka menjadi subjek pemerasan.

Alasan inilah yang mendasari perlunya dilakukan revisi Peraturan Daerah (Perda) Ketertiban Umum terkait legalisasi beroperasinya becak di Jakarta. "Jangan hanya karena dibicarakan yang enggak ada, karena tidak dibicarakan dianggap tidak ada.  Karena mereka tidak memiliki aturan mereka jadi subjek pemerasan, mereka jadi subjek untuk segala macam tekanan," kata Anies.

Menurut Anies, hingga saat ini Perda tersebut masih dalam usulan. Belum ada pembahasan sama sekali terkait dengan hal tersebut. Namun, Anies mengatakan regulasi tersebut akan mengatur wilayah operasional becak yang selama ini masih ada di Jakarta.

Ia berharap, dengan direvisinya Perda tersebut, para pengemudi becak akan beroperasi di wilayah yang benar. Dengan begitu, Pemerintah memberikan kesempatan untuk semua warga DKI.

Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Masdes Aroufi mengatakan para pengemudi becak baru bisa beroperasi secara resmi setelah adanya revisi Perda. Saat ini, regulasi tersebut masih dibahas oleh Biro Hukum dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

"Rumusannya sedang dibuat. Saya enggak bisa pastikan begitu karena leading sector-nya bukan dishub kalau itu. Itu kan di perdanya Satpol PP dan Biro Hukum. Kami menyesuaikannya nanti diatur gimana, Dinas Perhubungan menyesuaikan teknis di lapangannya," ujar dia.

Pengamat perkotaan sekaligus Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta), Azas Tigor Nainggolan memaparkan sekitar 1989, Tigor dan kawan-kawannya pernah menjadi kuasa hukum para pengemudi becak di Jakarta. Mereka melawan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Wiyogo.

Wiyogo memenangkan kasus hukum tersebut. Sebagai hasilnya, becak pun diberangus dari Jakarta. Hingga akhir 1989, para pengemudi becak masih menggelar wayang kulit semalam suntuk di salah satu kampung yang menjadi basis mereka di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Pagelaran wayang dengan lakon "Wisanggeni Gugat" itu juga dihadiri oleh tokoh Muslim, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan keluarganya.

"Ketika itu kami bersama menggugat kebijakan gubernur Jakarta yang menggusur becak dari Jakarta," kata dia.

Sekitar tahun 1998-2000, becak kembali diberi ruang masuk Jakarta oleh Gubernur Sutiyoso. Ia melihat, mengemudi becak dapat menjadi salah satu alternatif pekerjaan kaum miskin kota Jakarta di masa krisis ekonomi. Tetapi, Sutiyoso kembali memberangus becak pada sekitar 2001 hingga kini.

Dalam masa pemerintahan Gubernur Anies Baswedan, ada wacana untuk merevisi Perda Ketertiban Umum untuk melegalisasi keberadaan becak di Jakarta. Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta Masdes Aroufi mengakui ada wacana tersebut.

Rumusan perda tersebut, kata dia, saat ini sedang dibuat karena ada wacana pengoperasionalan becak kembali. Namun, pihaknya masih belum bisa memastikan isi perda yang akan dirumuskan tersebut.

Pihaknya akan melakukan penyesuaian teknis di lapangan, bila perda tersebut memang telah ditetapkan. Penyesuaian itu, kata dia, akan berbentuk pemasangan plang tanda sebagai penanda titik naik-turun becak.

“Plang khusus sebagai penanda bahwa ini tempat naik-turunnya becak, bukan halte kayak halte permanen,” kata dia.

Pelaksana Tugas (Plt) Dishubtrans DKI Jakarta Sigit Wijatmoko membenarkan adanya sebuah perda yang tengah dibahas di Biro Hukum. Perda tersebut adalah Perda Ketertiban Umum.

Namun, pihaknya masih belum bisa memastikan akan adanya kepastian akomodasi operasional becak. Ia masih akan menunggu hasil perumusan perda tersebut hingga nanti bisa dikoordinasikan lebih lanjut bersama dengan pihaknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement