Selasa 09 Oct 2018 15:50 WIB

Pejudo Saudi Juga Pernah Alami Polemik Hijab di Olimpiade

Federasi judo melarang penutup kepala yang ancam keselamatan atlet seperti tersedak.

Rep: Febrian Fachri / Red: Ratna Puspita
Wojdan Shaherkani dari Arab Saudi (putih) melawan Mojica Melissa dari Puerto Rico (biru) pada babak 32 besar >78kg putri Olimpiade London 2012 Judo, London, Inggris, 3 Agustus 2012.
Foto: EPA/ORESTIS PANAGIOTOU
Wojdan Shaherkani dari Arab Saudi (putih) melawan Mojica Melissa dari Puerto Rico (biru) pada babak 32 besar >78kg putri Olimpiade London 2012 Judo, London, Inggris, 3 Agustus 2012.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pejudo Arab Saudi Wojdan Shaherkani memasuki arena pertandingan judo di Exhibition Centre London (ExCeL) pada 3 Agustus 2012. Rambut pejudo yang turun pada kelas <78 kilogram ini tampak tertutup. 

Penutup rambut tersebut mirip swimming cap yang kerap dikenakan perenang berambut panjang. Cap tersebut menutupi bagian rambut Shaherkani, termasuk kupingnya, sedangkan lehernya tidak tertutup hjab. 

Pada babak 32 besar judo Olimpiade 2012, Shaherkani bertanding melawan Melisa Mojica dari Puerto Rico. Ketika memasuki arena pertandingan, pembawa acara memperkenalkannya sebagai wakil perempuan pertama dari Arab Saudi pada ajang multicabang antarbangsa di dunia.

Setelah wasit memulai pertandingan, Shaherkani dan Mojica langsung berusaha meraih kerah pakaian lawannya. Kedua atlet berusaha memegang pakaian sembari menggerakan kaki ke arah kaki lawannya agar lawannya terjatuh. Mojica yang berstatus juara Amerika Tengah dan Karibia serta berperingkat 13 dunia tampak lebih pengalaman. 

Mojica dengan cepat mengarahkan tangannya ke arah kerah, menyengkat kaki Shaherkani sehingga pejudo asal Saudi itu terjatuh. Mojica menang dalam waktu 82 detik.

photo
Wojdan Shaherkani. (EPA/ORESTIS PANAGIOTOU)

Meski kalah, Shaherkani tetap bersyukur dengan keberhasilannya mencicipi turnamen internasional pertamanya. Sebelum tampil di London, Shaherkani hanya berlatih bersama ayahnya yang seorang wasit judo serta menjajal ajang domestik di Saudi. 

Penampilan Shaherkani di London juga tak lepas dari desakan Komite Olimpiade Internasional (IOC) terhadap Komite Olimpiade Arab Saudi agar menyertakan perempuan dalam timnya. Selain Shaherkani, Saudi menyertakan pelari Sarah Attar. 

Shaherkani tampil di London berkat undangan khusus dari IOC. Namun, sebelum berdiri di atas matras atau tatami, rencana penampilan Shaherkani di London sempat memicu polemik karena Federasi Judo Internasional (IJF) melarang penggunaan penutup kepala. 

Baca Juga: Pesan Solidaritas dari Rio untuk Cannes

Penutup kepala, termasuk jilbab yang menutupi kepala hingga leher, bisa menyebabkan atlet tersedak. Sebab, judo berbeda dari karate atau taekwondo yang juga dipertandingkan pada ajang multicabang. Judo melibatkan gerakan cengkeraman kerah pakaian dan teknik lemparan.

Bahkan, aturan IJF sangat detail memuat soal pakaian. Misalnya, lebar jarak kedua kerah jaket judo yang disilangkan tidak boleh kurang dari 20 cm. 

Selain itu, ketebalan sisi kerah jaket harus kurang dari satu sentimeter, sedangkan lebar sisi kerah harus empat senti meter. Jarak antara lekukan leher (sternum) dan titik silang kerah jaket juga tidak boleh lebih dari 10 cm.

Lobi dan negosiasi sebelum pertandingan

“Federasi judo di Asia mengizinkan beberapa penutup kepala, yakni versi yang sesuai dengan keamanan tetapi juga menunjukkan kepekaan budaya,” kata perwakilan IOC ketika Olimpiade 2012 di London.

Bagi olahraga judo yang mengandalkan pada cengkeraman pakaian, setiap penutup kepala dianggap menimbulkan risiko bagi keselamatan atlet. Shaherkani, yang kala itu baru berusia 16 tahun, pun diberitahu dia harus melangkah ke matras atau tatami dengan kepala terbuka. 

"Dia akan bertarung sesuai dengan prinsip dan semangat judo, jadi tanpa hijab," kata Presiden Federasi Judo Internasional Marius Vizer seperti dilaporkan Arabbusines.com, 27 Juli 2012, dikutip Selasa (9/10). 

Keputusan itu menimbulkan kontroversi di Arab Saudi, di mana partisipasi perempuan dalam olahraga telah lama menjadi isu kontroversial. Atas keputusan IJF, Saudi pun mengancam menarik mundur Shaherkani.

Partisipasi perempuan Saudi di Olimpiade merupakan desakan IOC. Ketika dipenuhi, atlet perempuan Saudi justru terancam tak bisa tampil karena terganjal pakaian. Padahal, Pangeran Nawaf bin Faisal kepada Al-Jazirah sudah mewanti-wanti Shaherkani dan Attar diizinkan berkompetisi selama mereka mengenakan pakaian yang sesuai syariah.

Pihak Saudi yang didukung IOC langsung melakukan negosiasi dan lobi kepada IJF. Lobi dilakukan setelah Vizer menyatakan larangan tersebut hingga sebelum kelas >78 kilogram dipertandingkan pada 3 Agustus 2012.

Baca Juga:

Tiga hari sebelum pertandingan, pihak Saudi dan IJF mencapai kesepakatan, yakni Shaherkani boleh mengenakan penutup kepala ketika pertandingan judo. Direktur Komunikasi IOC Mark Adams menjelaskan ada versi penutup kepala yang memenuhi keselamatan atlet sekaligus tidak melanggar syariah.

“Federasi judo di Asia mengizinkan beberapa penutup kepala, yakni versi yang sesuai dengan keamanan tetapi juga menunjukkan kepekaan budaya,” kata dia dilaporkan oleh Telegraph pada 31 Juli 2012, dikutip Selasa. 

Adams mengatakan IOC menginginkan semua atlet perempuan bisa berkompetisi pada ajang multicabang. "Kami ingin memastikan bisa memberikan kesempatan maksimal bagi semua perempuan dari setiap NOC untuk berpartisipasi pada Olimpiade," kata dia.

Kala itu, sejumlah pejudo perempuan papan atas mendukung keputusan tersebut. “Saya tidak dapat melihat alasan dia tidak bisa mengenakannya,” kata peraih medali emas <63kg asal Slovenia, Urska Zolnir. 

Gervise Emane dari Prancis mengatakan semua ingin judo menjadi olahraga yang demokratis. “Hal yang baik jika lebih banyak wanita diizinkan untuk berlatih judo,” kata dia. 

Miftahul Jannah dan Asian Para Games

photo
Pejudo putri Indonesia Miftahul Jannah (tengah) berunding dengan perangkat pertandingan sebelum bertanding di kelas kelas 52 kg blind judo Asian Para Games 2018 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Senin (8/10). (Antara)

Cerita Shaherkani dan polemik hijab di cabang olahraga judo muncul kembali menyusul polemik hijab pejudo Miftahul Jannah pada Asian Para Games 2018 di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta, Senin (8/10). Miftahul terdiskualifikasi dari pertandingan judo disabilitas netra Asian Para Games 2018 karena enggan mengikuti aturan pertandingan, yaitu melepas jilbab.

Miftahul yang turun di kelas 52 kilogram sedianya akan melawan atlet Mongolia, Oyun Gantulga pada pertandingan 16 besar putri. Penanggung jawab pertandingan judo Asian Para Games 2018 Ahmad Bahar diskualifikasi karena ada aturan tingkat internasional di Federasi Olahraga Buta Internasional (IBSA) bahwa pemain tidak boleh menggunakan jilbab.

“Harus lepas jilbab saat bertanding," kata dia ketika dihubungi media di Jakarta, Senin.

Baca Juga: 

Ketua Umum Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Senny Marbun mengatakan, pelatih judo atlet disabilitas Indonesia tidak mengetahui aturan tentang larangan penggunaan jilbab. "Pelatih judo kami tidak dapat berbahasa Inggris. Prinsipnya dalam olahraga tidak ada diskriminasi," kata Senny dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.

Sementara Miftahul mengaku mengetahui aturan judo internasional sebelum menjejakan kakinya di matras atau tatami. Miftah memahami pelarangan penggunaan hijab karena ada beberapa gerakan judo yang berbahaya.

Di atas tatami, para pejudo akan menarik apapun yang ada di kepala lawan untuk saling menjatuhkan. Selama latihan, Miftah pun mengaku menggunakan hijab yang biasa digunakan oleh atlet renang, yakni hijab yang ketat dan bagian bawahnya dimasukkan ke dalam baju. 

Miftah berniat mengenakan hijab itu saat pertandingan kemarin. Namun, ia mendapatkan kepastian bisa mengenakan hijab model longgar dari pelatih setelah adanya pertemuan teknis dengan panitia. 

photo
Atlet judo Indonesia di Asian Para Games 2018 Miftahul Jannah bertanding catur melawan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi di Kediaman Menpora di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Selasa (9/10).

Kendati demikian, Miftahul pun mengaku tidak kecewa karena didiskualifikasi dari pertandingan judo Para Games 2018 Jakarta kemarin. Bahkan, Miftah lega bisa memegang teguh prinsipnya memakai hijab sejak kecil. 

"Judo melarang hijab karena begitu regulasi. Saya juga tidak mau melepas hijab karena itu adalah prinsip. Dua-duanya harus tetap jalan," ujar Miftahul di Kediaman Menteri Pemuda Olahraga di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Selasa (9/10).

Di sisi lain, Miftahul mengaku ingin mengubah aturan judo. Ia yakin aturan perubahan regulasi yang melarang penggunaan hijab di judo bisa dilakukan. "Menurut saya aturan itu bisa berubah," kata Miftahul. 

Merespons Miftahul, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan akan mengajukan perubahan regulasi ke federasi judo melalui Komite Paralimpik Asia (APC). "Ke depan depan agar berikan keleluasaan. Ini era modern dan momentum besar bagi kita untuk rancang hijab yang ramah untuk atlet judo. Hijab yang tidak bahayakan atlet," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement