Selasa 09 Oct 2018 12:12 WIB

Pengamat: Grup Gay di Medsos Berbahaya Bagi Anak

Guru dan orangtua perlu lebih peka terhadap perilaku peserta didik.

Rep: Mabruroh/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Aplikasi gay (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Aplikasi gay (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemunculan grup penyuka sesama jenis di akun jejaring sosial Facebook meresahkan warga Garut, Jawa Barat. Bahkan akun Facebook penyuka sesama jenis telah memiliki member sebanyak 2,6 ribu pengikut.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengungkapkan banyaknya member dalam grup tersebut membuktikan betapa bahayanya apabila mereka terus mengkampanyekan gay di kalangan anak-anak atau remaja laki-laki. Grup tersebut akan semakin menyebar dan seolah menjadi tempat pembenaran kelainan seksual mereka.

Baca Juga

“Anak-anak belum memiliki orientasi seksual, sehingga grup FB ini berpotensi membangun kekeliruan cara pandang anak terkait orientasi seksualnya,” ujar Retno Listyarti dalam siaran persnya pada Selasa (9/10).

KPAI menyampaikan keprihatinan mendalam terkait munculnya kembali komunitas gay ini. Apalagi komunitas tersebut menyasar anak-anak sekolah usia SMP dan SMA atau SMK. 

Masyarakat Garut saat ini resah dengan keberadaan grup tersebut. Mereka khawatir grup tersebut akan menganggu tumbuh kembang anaknya ke arah negatif.

"Kalau kampanye seperti ini meluas, maka berdampak secara signifikan pada pembentukan orientasi seksual anak yang menyimpang," ujar Retno.

Oleh karena itu ungkapnya, dibutuhkan terapi psikologis untuk merehabilitasi para remaja tersebut. Pelaksanaan rehabilitasi psikologis dan medis membutuhkan pelibatan masif dari P2TP2A Garut, dinas sosial, dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan dinas pendidikan setempat sesuai jenjang pendidikan korban. 

Pemerintah Provinsi Jawa Barat sambung Retno, sejatinya segera berkoordinasi untuk penanganan kasus ini agar tidak meluas. Mengingat kejadian yang hampir sama ditemukan tidak hanya di Garut, tetapi juga di Cikarang Selatan dengan skala yang lebih kecil dan lebih tertutup. 

Selain itu, tambahnya sangat diperlukan kepekaan dan kesadaran para guru dan orangtua untuk berpartisipasi aktif dalam mendampingi anak-anaknya. Termasuk kontrol orangtua terhadap penggunaan smartphone anak-anaknya sebagai upaya pencegahan.

"Apalagi waktu anak paling banyak adalah di rumah, ketika orangtua sudah memberikan HP ke anaknya maka orangtua wajib mengontrolnya demi melindungi anak-anak dari berbagai konten kekerasan maupun pornografi," ucapnya.

Kepada pihak sekolah maupun guru, Retno juga menyarankan agar memiliki tingkat kepekaan yang lebih tinggi lagi kepada peserta didik yang diajarnya. Serta sosialisasi pendidikan kesehatan reproduksi harus digiatkan secara terus menerus di berbagai sekolah dan juga di masyarakat sebagai strategi pencegahan berbasis kepekaan masyarakat di lingkungan sekitar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement