REPUBLIKA.CO.ID, "Mas, saya sedang di kota. Maaf, saya tidak bisa lama-lama, HP saya low (baterai) dan listrik belum ada,” ujar Agus Panca Saputra.
Seketika sambungan telepon terputus sesaat setelah Agus mengucap salam di akhir percakapan. Ia salah satu warga Kelurahan Layana Indah, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu. Pesan melalui aplikasi perpesanan Whatsapp dari Republika.co.id pada Jumat (28/9) hanya ‘centang satu’. Pesan itu baru dibalasnya sepekan kemudian.
Agus sedang di pusat kota pada Sabtu (6/10). Saat itulah ia berkesempatan mengisi baterai gawainya di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu. Agus lantas membalas pesan yang dikirim Republika. Di Layana Indah, listrik belum mengarus normal pascagempa dan tsunami. Ia sedang berupaya untuk berkomunikasi mengabarkan keadaan kampungnya ke rekan dan kolega.
Lelaki 44 tahun itu adalah salah satu tokoh di kampungnya, 4.500 warga Layana Indah mengungsi pascaperistiwa tersebut. Sebagian besar bertahan di lapangan bola di depan kantor kelurahan. Agus mengoordinasi semuanya, dari kebutuhan pangan hingga kebutuhan pokok lain yang mendesak untuk dipenuhi. Tentu tak mudah untuk melakukan itu semua.
Selain persoalan tersebut, trauma menjadi masalah utama masyarakat sekaligus PR yang musti diselesaikan. Tapi, memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari warga masih menjadi prioritas baginya. Sebab, semua kini serba susah. Aktivitas keseharian masyarakat terbatas keadaan hingga membuat perekonomian saat ini tak jalan.
Namun, ayah tiga anak ini tak putus asa. Ia terus berupaya memenuhi kebutuhan warga selama di pengungsian. Bukan meminta, tapi memang itulah yang kini dibutuhkan. Ribuan warga yang sedang dikoordinasinya masih menggantungkan kebutuhan hidup pada bantuan yang ada. Agus dipercaya sebagai Ketua Divisi Logistik Posko Bencana Layana Indah. “Tolong kabarkan, Mas. Seperti itulah kami sekarang,” ujar dia.