REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan jumlah korban meninggal dunia akibat likuefaksi pascagempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, 165 orang meninggal dunia di Balaroa (Kota Palu), 120 orang meninggal di Petobo (Kota Palu), dan 2 orang meninggal di Jono Oge (Sigi).
Kendati demikian, ia mengungkapkan, ribuan orang masih dinyatakan hilang. "Menurut laporan kepala Desa Palarua dan Petobo, ada sekitar 5.000 orang yang belum ditemukan, namun masih perlu dikonfirmasi," ujar Sutopo di Graha BNPB, Jakarta Timur, Ahad (7/10).
Ia menyebut area terdampak pengangkatan dan amblesan di Balaroa seluas 47,8 hektare. BNPB memperkirakan, bangunan yang rusak di Balaroa menca pai 1.045 unit. Sementara, di Petobo, luas area terdampak likuefaksi mencapai 180 hektare dengan kerusakan bangunan sebanyak 2.050 unit.
Kemudian, di Jono Oge, tim SAR menemukan korban selamat sebanyak 31 orang. Luas area yang terdampak likuefaksi mencapai 202 hektare. Sutopo mengatakan, jumlah perkiraan bangunan rusak sebanyak 366 unit dan kemungkinan rusak 168 unit. Di Jono Oge ini, menurut dia, belum ada alat berat yang dikerahkan. "(Di Jono Oge) membutuhkan enam unit ekskavator amfibi karena wilayah yang masih berlumpur," kata Sutopo.
Ia menjelaskan, likuefaksi adalah fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan. Sutopo melanjutkan, tegangan dapat ditimbulkan getaran gempa bumi atau perubahan ketegangan lain secara mendadak. Akibatnya, tanah yang padat berubah sifat menjadi cair.
Sutopo juga menambahkan, selain daerah yang telah disebutkan di atas, likuefaksi juga terjadi di Mpano, Sidera, Lolu, dan Biromaru, Sigi. Namun, ia belum dapat melaporkan jumlah korban atau kerusakan rumah akibat likuefaksi di daerah itu.