REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, KH Sholahudin Wahid meminta masyarakat menyaring informasi yang diterima demi mencegah tersebarnya berita hoaks. Berita-berita semacam itu berpotensi membuat kegaduhan publik.
"Belajar dari peristiwa Ratna Sarumpaet untuk tidak kita terima begitu saja informasi yang diterima dan tidak disebarkan," katanya di Jombang, Ahad (7/10).
Ia juga mengaku tidak percaya begitu saja dengan kejadian yang menyebut Ratna dipukul oleh orang, sehingga wajahnya sampai bengkak. Terlebih lagi, ada informasi dari dokter yang ternyata juga meragukan bengkak di wajah Ratna karena dipukul.
"Kan ada informasi lain dari dokter yang meragukan bahwa itu dipukul, karena terlalu simetris. Ada juga surat dari Kapolda Jawa Barat yang mengatakan tidak ada pasien bernama Ratna Sarumpaet ke rumah sakit, jadi mulai timbul tanda tanya ada apa ini?. Saya juga sudah dengar dari Kapolda yang meragukan itu, yang saya bingung Pak Prabowo mengungkapkan itu (Ratna dipukul)," kata Gus Sholah, sapaan akrab KH Sholahudin Wahid tersebut.
Ia juga berharap, polisi bertindak tegas dan segera menindaklanjuti jika ada informasi hoaks. Gus Solah tidak ingin kejadian seperti kebohongan yang pernah dikatakan oleh Ratna Surampaet bisa terjadi lagi. "Secara hukum polisi sudah punya pegangan, bukti dan lain-lain, kemudian diselidiki. Kalau perlu ya ditindaklanjuti," kata dia.
Polisi secara resmi telah menahan Ratna Sarumpaet terkait kasus hoaks penganiayaan. Penahanan tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan subjektivitas penyidik. Ia ditahan untuk mempertanggungjawabkan kebohongan atau hoaks yang telah ia buat, yang sempat menimbulkan keresahan dan kegaduhan publik.
Baca juga, Ratna Sarumpaet Akui tak Menjadi Korban Penganiayaan.
Sebelum ditahan, Ratna ditangkap di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, ketika akan menuju Cile, Amerika Selatan. Rencananya, ia akan menghadiri acara "The 11th Women Playrights International Conference 2018" di Santiago, Cile.
Setelah ditangkap pada Kamis (4/10), Ratna dibawa ke Polda Metro Jaya dan dilakukan pemeriksaan. Petugas kemudian juga melakukan penggeledahan di rumah Ratna dan menyita sejumlah barang bukti, misalnya komputer jinjing, buku agenda, ada flashdisk, hingga baju yang digunakan.
Kepergian Ratna ke Chile ternyata tidak menggunakan biaya sendiri, melainkan disponsori oleh Pemprov DKI Jakarta. Jumlah uang yang diberikan sangat besar Rp70 juta. Ratna ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat Pasal 14 UU 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan UU ITE Pasal 28 juncto Pasal 45. Dia terancam hukuman 10 tahun penjara.
Hingga kini, polisi masih terus mendalami kasus tersebut. Ia ditahan untuk 20 hari ke depan, dengan alasan karena penyidik khawatir Ratna melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.