Senin 08 Oct 2018 03:07 WIB

Tiga Gajah Dilepasliarkan di Jambi

Tiga gajah Sumatera yang diselamatkan dari lanskap Taman Nasional Bukit Tigapuluh

Bayi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Bayi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)

REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Hutan Harapan yang dikelola PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki) di Jambi dan Sumatera Selatan mendapat tambahan tiga gajah Sumatera yang diselamatkan dari lanskap Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBt) Kabupaten Tebo, Jambi

Headof Ecosystem Management Division Hutan Harapan, Yusup Cahyadin menyebutkan selain PT Reki penyelamatan dan pelepasliaran gajah Sumatera itu juga harus didukung oleh manajemen PT Alam Lestari Nusantara (ALN) dan PT Agronusa Alam Sejahtera (AAS) yang arealnya masuk dalam wilayah jelajah (home range) gajah Sumatera dalam lanskap Hutan Harapan. Selain itu tentu saja perlu dukungan pemerintah daerah dan BKSDA.

"Agar penyelamatan dan pelepasliaran sukses para pihak perlu ikut memantau dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan memberikan solusi jika terjadi konflik manusia dengan gajah. Areal yang masih berhutan atau belukar yang dipakai wilayah gajah sebaiknya tidak diubah menjadi hutan tanaman atau tanaman pertanian," kata Yusup.

Menurut dia, jika para pihak di lanskap Hutan Harapan dapat bekerja sama dan berperan aktif dalam konservasi gajah, ke depan gajah yang dilepas dapat hidup dan berkembang biak.

"Jika ini terjadi maka lanskap Hutan Harapan dapat menjadi salah satu kantong habitat gajah di Sumatera," ujar Yusup.

Yusup menyebutkan, kondisi sebagian areal jelajah gajah yang berupa hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan adalah tantangan pengamanan gajah di lanskap Hutan Harapan. Karena itu perusahaan-perusahaan HTI dan perkebunan tetangga sebaiknya merelakan sebagian arealnya untuk dihutankan kembali menjadi habitat gajah yang tentunya sangat bermanfaat dalam konservasi gajah.

Selain itu, jika terjadi konflik gajah dan manusia, para pihak terkait tersebut perlu secara bersama mencari solusi yang arif dan menguntungkan kedua belah pihak baik petani maupun gajah.

"Peran aktif pemerintah daerah dan BKSDA dan Kementerian LHK sangat diperlukan untuk menggandeng para pihak agar mau secara bersama menyelamatkan gajah dan melindungi masyarakat," katanya menjelaskan.

Yusuf berharap tiga ekor gajah yang selama ini hidup terancam di berbagai lokasi karena kehilangan habitat itu akan aman menetap di Hutan Harapan.

Pemindahan tiga ekor gajah Sumatera itu dilakukan bertahap. Tahap pertama pada, Jumat malam hingga Sabtu (6/10) dinihari, dimana seekor gajah jantan liar ditranslokasi dari Tebo ke areal Hutan Harapan Dusun Ninggal Benih di Kecamatan Mandiangin, Sarolangun.

Translokasi melibatkan tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, sejumlah NGO, KPH, KPHP, Polres Sarolangun, Kodim 0420 Sarko, sejumlah dokter hewan dan tim satwa Hutan Harapan sendiri.

Sebelum dilepasliarkan ke Hutan Harapan, gajah berusia antara 24-26 tahun dengan berat 4,2 ton itu dipasangi GPS collar untuk memudahkan pemantauan selanjutnya.

Tiga ekor gajah jinak dari PLG Minas, Riau dimanfaatkan untuk menggiring gajah dewasa itu masuk ke dalam kawasan hutan.

Lokasi pelepasliaran sekitar 135 meter dari pos pengaman Hutan Harapan di hulu Sungai Kapas. Setelah pelepasan pada Sabtu, tim kembali ke Tebo untuk mengamankan seekor gajah betina bernama Karina dan seekor gajah jantan lainnya yang hidup di lanskap BukitTigapuluh.

Diketahui, dari sekitar 140 individu gajah di lanskap Bukit Tigapuluh, empat ekor jantan memasuki masa dispersal. Dua diantaranya plus seekor betina, ditranslokasi ke lanskap Hutan Harapan.

Sebelumnya juga dilakukan translokasi gajah bernama Haris dari lanskap Bukit Tigapuluh pada November 2016 lalu.

Environment, Researchand Development Manager Hutan Harapan,  Elva Gemita mengatakan belajar dari gajah Haris, tidak mudah menangani kegiatan pascatranslokasi di Hutan Harapan.

"Sebab gajah Haris ini remaja `nakal¿ dan sudah berkali-kali berkonflik sebelum dipindah ke lanskap Hutan Harapan," kata Elva.

Elva menjelaskan, Haris sebelumnya merupakan salah satu yang berkonflik dengan manusia di lanskap Bukit Tigapuluh, perbatasan Jambi-Riau.

Lanskap ini merupakan habitat gajah Sumatera yang terus berkurang karena tekanan deforestasi. Alih fungsi hutan yang semula wilayah jelajah gajah menjadi kebun dan pemukiman menyebabkan pertemuan antara manusia dan gajah semakin sering dan  konflik tidak terelakkan.

Menurut Elva, translokasi dinyatakan berhasil apabila satwa yang dipindahkan mampu bertahan hidup dan berkembang biak di lokasi barunya. Kebanyakan translokasi gagal karena satwanya kembali ke habitat asal atau mati di lokasi baru. Sebab itu pemantauan pascatranslokasi katanya sangat penting.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement