Sabtu 06 Oct 2018 09:08 WIB

Mengapa Tata Ruang Palu Harus Diperbaiki?

Palu, Donggala, dan Sigi termasuk yang harus diubah tata ruangnya.

Sejumlah umat Islam menunaikan Salat Magrib berjamaah usai berzikir bersama di lokasi terjadinya gempa bumi yang disusul gelombang tsunami di Anjungan Pantai Talise, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (5/10).
Foto: Hafidz Mubarak/Antara
Sejumlah umat Islam menunaikan Salat Magrib berjamaah usai berzikir bersama di lokasi terjadinya gempa bumi yang disusul gelombang tsunami di Anjungan Pantai Talise, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (5/10).

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Arie Lukihardianti, Zuli Istiqomah

Pusat Survei Geologi Badan Geologi menyarankan agar tata ruang di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) diperbaiki, khususnya di Palu, Donggala, dan Sigi. Sebab, ketiga daerah tersebut amat rawan terjadi gempa bumi dan tsunami. Hal ini dibahas dalam Geoseminar bertema "Jejak Patahan Palu-Koro: Gempa Donggala & Palu 2018" di Museum Bandung, Jumat (5/10).

Peneliti senior Pusat Survei Geologi, Asdani Soehaimi, mengatakan, penyusunan tata ruang kota di wilayah rawan bencana harus mengacu pada peta mikrozonasi level 1-3. Peta mikrozonasi memperlihatkan tingkat potensi bahaya untuk setiap lokasi di daerah kajian.

Untuk tingkat provinsi, sebaiknya dibuat sesuai peta mikrozonasi level 1. "Adapun tingkat kabupaten level 1-2 dan kota level 2–3," kata Soehaimi dalam keterangan persnya, Jumat (5/10).

Pembangunan infrastruktur gedung dan nongedung, sambung Soehaimi, dianjurkan mengacu pada tata cara perencanaan ketahanan gempa. Dia menyarankan dibuatnya zona sepadan tsunami di sepanjang pantai Teluk Palu.

"Kami juga menganjurkan di sepanjang pantai yang padat penghuninya dibuat tembok penahan tsunami," kata dia menyarankan.

Selain itu, harus dibuat lajur evakuasi tsunami di dalam kota.

Hal yang tak kalah penting, kata dia, pihak-pihak yang berada di sektor pembangunan gedung dan nongedung harus diberikan pemahaman lebih mendalam soal tata cara membangun rumah tahan gempa. Masyarakat juga dinilai perlu terus diberikan sosialisasi mengenai mitigasi gempa bumi.

Soehaimi kemudian memaparkan kondisi geologi daerah Palu-Donggala-Sigi. Tiga daerah ini disusun oleh batuan tua, antara lain, batuan serpih, filit, sabak, granit, campuran batuan konglomerat, batu pasir, dan batu lumpur. Bebatuan tersebut dijumpai menempati lereng gawir Patahan Palu–Koro bagian barat dan timur.

Selain batuan tersebut, di Lembah Palu, terutama di sekitar Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala, dijumpai batuan yang sangat muda berupa endapan kipas aluvium Patahan Palu-Koro yang secara keseluruhan masih bersifat lepas dan banyak mengandung air.

Dengan kondisi tanah seperti itu, Kota Palu dan sekitarnya dapat dibagi atas empat zona, yaitu zona kerentanan sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah terhadap guncangan tanah. Apa yang terjadi pascagempa dan terjangan tsunami kemarin persis berada di titik zona kerentanan sangat tinggi.

Dalam hal ini termasuk di sejumlah desa yang terjungkir tanah alias terkena likuifaksi. Hal itu seperti yang terjadi di Hotel Roa-Roa, pusat perbelanjaan Ramayana, Perumahan Petobo dan Balaroa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement