Kamis 04 Oct 2018 20:22 WIB

Masyarakat Harus Jadi Agen Pemutus Hoaks

Hoaks terkait bencana alam banyak beredar di media sosial dan meresahkan.

Rep: Ronggo Astungkoro, Mabruroh, Inas Widyanuratikah, Arif Satrio Nugroho, Dadang Kurnia / Red: Andri Saubani
Petugas PLN memperbaiki jaringan listrik yang rusak pascagempa di Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (4/10).
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Petugas PLN memperbaiki jaringan listrik yang rusak pascagempa di Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (4/10).

REPUBLIKA.CO.ID, Bencana alam seperti tak ada putusnya menghantam Indonesia. Ragam bencana membuat negara ini bagaikan 'pasar swalayan' di mana jenis bencana lengkap hadir di sini.

Fenomena alam berujung bencana diperburuk dengan tingkat mitigasi yang masih rendah. Kabar bohong atau hoaks di media sosial (medsos) yang kerap bersliweran, menambah beban para pemangku kepentingan dalam penanganan bencana.

Sebagai contoh, tak lama setelah gempa disusul tsunami menghantam sebagian wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng) Jumat pekan lalu, beredar pesan berantai akan terjadi gempa dahsyat di Pulau Jawa sebagai bagian dari rangkaian pergesaran sesar Palu-Koro. Tak tanggung-tanggung, hoaks itu memprediksi gempa di Pulau Jawa akan berkisar di atas 8 sampai 9 skala Richter.

Yang terakhir, beredar foto-foto di medsos yang menampilkan gambar muncratan lava pijar dari Gunung Soputan. Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho pun segera memberikan klarifikasi.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono meminta masyarakat untuk menjadi agen pemutus hoaks, terutama soal bencana. Masyarakat juga diharapkan mencermati kabar yang diterima sebelum kemudian menyebarkannya lagi ke orang lain.

"Meminta masyarakat untuk mengenali ciri-ciri hoaks. Ciri-ciri itu pertama dia meramalkan akan ada terjadi gempa besar, akan ada tsunami. Tandai itu berita bohong tidak boleh diteruskan," ujar Daryono dalam diskusi di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta Timur, Kamis (4/10).

Kemudian, tambah dia, hal lain yang perlu diperhatikan adalah apakah informasi tersebut berasal dari lembaga atau institusi yang bertanggung jawab atau tidak. Kemudian perlu dicek kembali apakah ada nomor kontak dari lembaga atau yang bertanggung jawan tersebut dalam pesan itu.

"Kalau tidak ada, itu jelas hoaks. Jadi, mohon menjadi agen pemutus hoaks karena amat meresahkan," kata dia.

Meski demikian, kewaspadaan masyarakat akan bencana harus tetap dijaga. Ia mengingatkan warga di Sulteng untuk tidak menempati rumah yang sudah retak atau miring. Dikhawatirkan, rumah dengan kondisi seperti itu akan ambruk jika terjadi gempa susulan.

"Jangan beraktivitas di tebing yang curam. Karena malau gempa bisa longsor lereng yang ringkih itu," tutur Daryono.

Lalu, Daryono menjelaskan, bagi masyarakat yang tinggal di pesisir, jika terjadi gempa dengan goncangan yang kuat serta berdurasi cukup lama, tak perlu menunggu peringatan dini dari BMKG untuk segera menjauhi pantai. Menurut dia, kesadaran itu merupakan bagian dari konsep evakuasi mandiri.

"Di Indoneska Timur itu sumber gempa di pesisir sangat banyak. Sehingga yang tepat itu evakuasi mandiri. Goncangan gempa itu adalah peringatan dini tsunaminya. Mau ada tsunami atau tidak, lari dulu yang penting jiwa selamat," ungkapnya.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga menegaskan, hingga kini belum ada alat yang dapat secara tepat memprediksi gempa. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak percaya dengan segala bentuk informasi soal prediksi akan terjadinya gempa.

"Jika ada pendapat yang menyatakan mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi beserta kekuatan magnitudonya, bisa dipastikan itu adalah hoaks," kata Kepala Pusa Penelitian Geoteknologi LIPI, Eko Yulianto, dalam diskusi Analisis LIPI untuk Gempa dan Tsunami Indonesia, di Gedung LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (2/10).

Sementara itu, Peneliti Geologi Kegempaan LIPI, Danny Hilman mengatakan memang benar potensi gempa di Indonesia besar. Namun, belum ada yang bisa memberikan informasi mengenai kapan terjadinya gempat tersebut. Oleh karena itu, masyarakat diminta tidak mudah termakan hoaks.

Soal prediksi akan terjadinya gempa dahsyat di Pulau Jawa, LIPI pun memberikan klarifikasi. Menurut Danny, pesan tersebut sudah dipelintir sedemikian rupa sehingga terkesan Pulau Jawa akan segera terjadi gempa besar.

"Potensi gempa itu ada, tapi kapan terjadinya itu kita tidak tahu," kata Danny. 

Ragam hoaks di medsos

Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjadi salah satu institusi yang terbebani atas beredarnya hoaks bencana alam. Kominfo harus melakukan pemantauan atas konten negatif yang beredar di jejaring internet, terutama terkait konten-konten hoaks pascabencana.

Kepala Biro Humas Kemkominfo RI, Ferdinandus Setu mengatakan pemantauan dilakukan Kominfo sejak Sabtu (29/9). Menurutnya banyak sekali informasi-informasi hoaks yang beredar baik melalui media sosial maupun platform chatting.

"Hasil pemantauan kami menemukan delapan konten yang berisi informasi hoaks yang beredar," ujar Ferdinandus dalam siaran pers pada Selasa (2/10).

Pertama kata dia, hoaks Bendungan Bili-Bili di Kabupaten Gowa yang retak. Faktanya, bendungan Bili-Bili masih dalam keadaan aman dan terkendali setelah dilakukan pengecekan oleh pihak Polsek Mamuju Gowa.

Selanjutnya, hoaks tumpukan korban musibah tsunami. Faktanya, foto yang digunakan tersebut adalah foto kejadian gempa tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 yang disebarluaskan kembali sebagai dokumentasi korban gempa tsunami Palu.

Kemudian, kabar meninggalnya Wali Kota Palu yang disebarkan melalui platform chatting. Faktanya, Wali Kota Palu Hidayat tidak meninggal dan kini turut melakukan tanggap darurat gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah.

"Hoaks perihal gempa bumi susulan, faktanya tidak ada satu pun negara di dunia dan iptek yang mampu memprediksi gempa secara pasti," ujar dia.

Kemudian juga terkait gerakan cepat relawan FPI evakuasi korban gempa Palu 7,7 SR. Padahal, faktanya dalam gambar tersebut adalah relawan FPI yang membantu korban longsor di desa Tegal Panjang, Sukabumi bukan Palu Sulteng.

Ada juga hoaks juga terkait mayat yang minta gempa. Karena faktanya gambar itu diambil dari kejadian di Sungai Siak Pekanbaru, Riau.

"Hoaks penerbangan gratis dari Makasar menuju Palu gratis bagi keluarga korban, karena pesawat Hercules TNI AU menuju ke Palu diutamakan membawa bantuan logistik, paramedis, obat-obatan, makanan siap saji, dan alat berat," terang dia.

Adapun pemberangkatan Hercules dari Palu, diprioritas untuk mengangkut pengungsi diutamakan lansia, wanita dan anak-anak, serta pasien ke Makasar. "Oleh karena itu kami mengimbau agar seluruh masyarakat tidak mudah mempercayai dan menyebarluaskan informasi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya atau tidak jelas sumbernya," kata Ferdinandus.

Baca juga:

Penegakan hukum

Hingga pekan ini, Polri sudah menangkap total delapan orang terkait penyebaran hoaks tentang bencana alam. Penangkapan dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menyusul tersebarnya kabar hoaks yang meresahkan masyarakat itu.

Menurut data dari Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Rachmad Wibowo, pada Selasa (2/10), Dittipidsiber Bareskrim Polri mengidentifikasi 14 akun medsos yang diduga telah menyebarkan berita bohong, berlebihan arau tidak lengkap tentang bencana di Sulawesi Tengah dan di NTB, sehingga dapat menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat.

"Dari ke-14 akun tersebut, telah berhasil diamankan delapan orang tersangka," kata Rachmad, Kamis (4/10).

Subdit Cyber Crime Polda Jawa Timur mengamankan satu orang tersangka penyebar informasi hoaks tentang akan terjadinya gempa beeskala besar di Pulau Jawa. Gempa skala besar tersebut menueutnya merupakan susulan dari gempa yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018.

"Tim kami telah melakukan penangkapan dalam kasus berita hoaks yang ini merupakan perintah langsung dari presiden terkait banyaknya penyebaran berita hoaks  pascagempa di Palu. Berita itu disebarkan oleh inisial UUF," kata Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Polisi Luki Hermawan saat menggelar konferensi pers di Mapolda Jatim, Surabaya, Rabu (3/10).

Luki menjelaskan, tersangka melalui akun Facebook bernama Uril Unique Febrian menyebarkan informasi hoaks yang menyatakan, berdasarkan perkiraan BMKG, Pulau Jawa akan diguncang gempa dahsyat. Pada gempa dahsyat tersebut, tulis UUF dalam akun Facebook-nya, yang akan sangat merasakan akibatnya adalah Jakarta. Di mana menurutnya Jakarta bisa merasakan guncangan hingga 8,9 SR.

"Oleh tim diperoleh bukti-bukti yang memang betul pelaku melakukan, membuat, menyebarkan, berita hoaks melalui akun Facebook-nya. Dia menyampaikan akan terjadinya gempa dengan kekuatan sekala besar khususnya di pulau Jawa ke depan," ujar Luki.

Luki kemudian mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya yang ada di Jatim untuk tidak tidak melakukan penyebaran berita-berita hoaks. Karena menurutnya itu sangat meresahkan, dan bahkan bisa memecah-belah masyarakat, terutama yang ada di Jatim.

"Mari kita buat Jatim untuk betul-betul nyaman, tenang, dan tidak ketakutan, terkait berita-berita hoaks tersebut," ujar Luki.

photo
BMKG: Masyarakat Tetap Tenang, Tidak Terpancing Hoaks

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement