REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Besarnya potensi pariwisata di Gunungkidul banyak jadi dorongan agar menjadikannya sebagai Bali Baru. Namun, euforia itu jangan sampai melupakan pentingnya Gunungkidul mempersiapkan antisipasi-antisipasi bencana.
Keindahan alam Kabupaten Gunungkidul memang tidak perlu diragukan. Perbukitan, hutan hijau, pantai putih sampai laut-laut jernih menawarkan keasrian alam khas Nusantara.
Pariwisata, bisa jadi akan menjadi komponen utama pemasukan daerah. Apalagi, sampai hari ini saja, tempat-tempat wisata yang ada sudah tersohor lebih dulu dibandingkan nama Gunungkidul itu sendiri.
Namun, jangan lupa, Gunungkidul menyimpan berbagai potensi bencana alam. Anugerah belahan bumi yang diberikan Tuhan kepada Gunungkidul, disertai potensi-potensi bencana alam yang bisa saja terjadi suatu saat.
Cuaca ekstrem awal tahun ini misalnya, sudah menghadirkan bencana-bencana seperti banjir, air pasar sampai longsor. Efeknya cukup besar, karena bisa menghentikan aktivitas sehari-hari masyarakat.
Belum lagi pada awal musim panas tahun ini. Gelombang tinggi yang terjadi di sepanjang laut selatan, membuat pantai-pantai yang ada di pesisir Kabupaten Gunungkidul luluh lantah.
Walau tidak ada korban jiwa, kerusakan materil yang diakibatkan terbilang sangat besar. Bukan lagi pariwisata, keseharian masyarakat terpaksa harus terhenti setidaknya 1-2 hari.
Dosen Prodi Teknik Sipil dan Wakil Rektor III Universitas Gunung Kidul (UGM), Limpat Wibowo Aji mengingatkan, jumlah pengunjung maksimal obyek-obyek wisata lantai di Gunungkidul 2012-2015 sejumlah 25.160 per bulan.
"Sehingga, jika terjadi bencana tsunami potensi korban sangat besar," kata Limpat saat ditemui usai menghadiri tinjauan pakar gempa di Universitas Islam Indonesia (UII), Kamis (4/10).
Untuk itu, ia menekankan, demi bisa meminimalisir korban jiwa saat terjadi bencana-bencana seperti tsunami misalnya, diperlukan kebijakan pengurangan resiko terhadap bencana itu sendiri. Salah satunya, melalui strategi penyelamatan yang komprehensif dan menyediakan sistem peringatan dini tsunami. Identifikasi jalur dan tempat evakuasi tsunami di obyek-obyek wisata pantai yang ada.
Terlebih, identifikasi berdasarkan FEMA P646 merupakan upaya pengurangan resiko terhadap bencana tsunami dengan sejumlah bahan dasar analisis. Mulai ketinggian elevasi, waktu tiba tsunami dan proyeksi jumlah pengunjung.
Ketinggian elevasi titik aman dapat berupa titik yang berada di luar jangkauan gelombang tsunami ataupun area yang berada di dalam area genangan tsunami. Ketinggian elevasi titik aman 25 meter dari permukaan laut.
Limpat mengingatkan, penentuan ketinggian elevasi titik aman pada obyek-obyek wisata di Kabupaten Gunungkiudl digunakan sebagai penyelamatan pertama korban tsunami. Tentu, dengan sejumlah pertimbangan.
Waktu tiba tsunami 15 menit, 30 menit dan dua jam. Lalu, kecepatan orang berjalan yang dalam kondisi lemah 3,22 kilometer per jam, dan kajian ketinggian elevasi titik aman 25 meter dengan waktu tiba tsunami 30 menit.
"Pantai DIY dan Indonesia lain yang berpotensi tsunami perlu kajian antisipasi tsunami semacam ini apabila belum melaksanakannya," ujar Limpat.
Di satu sisi, besarnya potensi wisata yang ada di Kabupaten Gunungkidul memang tidak terbantahkan lagi. Tapi, di sisi lain, tentu tidak bisa dinafikkan juga besarnya potensi bencana yang ada.
Untuk itu, antisipasi-antisipasi terjadinya bencana yang sewaktu-waktu dapat menimpa Gunungkidul, harus sudah disiapkan. Sehingga, jika bencana benar-benar tiba, kerugian jiwa maupun materil dapat benar-benar diminimalisir.