Rabu 03 Oct 2018 21:45 WIB

Sinergitas dalam Mitigasi Kebencanaan Harus Dioptimalkan

Peneliti menilai masih ada beberapa sesar aktif yang menjadi 'ancaman' bagi Indonesia

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Bayu Hermawan
Gempa bumi (ilustrasi)
Gempa bumi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seluruh pihak dinilai harus bersinergi untuk semakin mengoptimalkan mitigasi kebencanaan mulai dari hulu hingga ke hilir. Sebab, setelah sesar naik flores dan sesar palu-koro, masih ada beberapa sesar aktif yang masih menjadi 'ancaman' bagi Indonesia.

Penyelidik Bumi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sukahar Eka Saputra menjelaskan, sinergitas dalam upaya mitigasi kebencanaan sangat penting dilakukan agar dapat mengurangi resiko bencana. "Kita perlu duduk bersama lah untuk ini, karena untuk mitigasi bencana ini semua pihak mulai dari Badan Geologi sebagai hulu, hingga hilir bisa satu misi," kata Eka ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (3/10).

Eka juga menekankan pentingnya payung hukum yang kuat perihal mitigasi kebencanaan ataupun soal rencana tata ruang di Indonesia ke depan. Karena berdasar pada pengalamannya, selama ini seringkali terjadi missed antara lembaga di hulu dan lembaga atau pihak-pihak di hilir.

Ia mencontohkan, Badan Geologi sebagai lembaga hulu bertugas membuat peta mitigasi kebencanaan geologi, air, tanah, geologi lingkungan di seluruh daerah di Indonesia. Peta tersebut, dia melanjutkan, akan selalu dikoordinasikan kepada pihak-pihak terkait di hilir (seperti KemenPUPR, Pemda, BNPB dan lainnya) untuk kemudian menjadi bahan pertimbangan dalam merancang tata ruang, merancang tata kota hingga penyosialisasian atau edukasi terkait kebencanaan kepada masyarakat.

"Dan kami sebagai hulu, begitu ya, tidak bisa berbuat banyak jika kemudian misalnya peta yang kami buat tidak dijadikan acuan di hilir itu. Jadi saya rasa perlu ada payung hukumnya, mungkin kalau bisa jadi Undang-undang agar semua patuh," tegasnya.

Di sisi lain, keilmuan terkait sesar, geologi, dan lain-lain terbilang ilmu yang baru dikuasai oleh manusia. Sehingga dia mengaku saat ini banyak juga bangunan lama yang dibangun tanpa mempertimbangkan potensi bencana di daerah tersebut. Dan hal itu terjadi karena dulu, kemajuan teknologi dan keilmuan belum sampai pada titik seperti sekarang.

Sebab itu, tegas dia, upaya penyelematan seperti melakukan sosialiasi atau edukasi terkait karakteristik kegempaan di setiap daerah penting dilakukan. Misalnya dengan melakukan estimasi keberadaan sumber gempa serta besarnya guncangan yang akan ditimbulkan.

"Ya seperti apa yang saya tadi perlu peta seismotektonik yang memberikan gambaran struktur hubungan geologi dengan kegempaan di suatu wilayah. Untuk mengetahui karakteristik sesar, pergerakan tanahnya dan lain-lain jadi setidaknya bisa memberikan gambaran tentang keadaan di daerah tersebut," jelasnya.

Eka juga mengajak semua masyarakat untuk tetap optimis menghadapi semua ancaman dan potensi bencana di Indonesia. Untuk itu dia menyarankan agar mulai dari sekarang, masyarakat kembali hiduop selaras dengan alam.

"Negara kita memang sudah seperti ini istilahnya kalau menurut agama itu sunnatullah. Jadi saya rasa ya kita juga harus mencoba untuk kembali hidup selaras dengan alam seperti orang tua dulu yang menjaga kearifan lokal. Karena pengalaman saya, ketika gempa padang, banyak rumah gadang yang tetap ajeg, beda dengan bangunan yang langsung ambruk," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement