Rabu 03 Oct 2018 07:42 WIB

Skenario Pemilu Pascabencana Digulirkan

Salah satunya, KPU sudah menyiapkan skenario penyatuan TPS (regrouping).

Rep: Dian Erika, Mimi Kartika/ Red: Elba Damhuri
Sebuah kursi berada diantara bangunan yang ambruk dampak gempa dan tsunami di kawasan Pantai Taipa, Palu Utara, Sulawesi Tengah.
Foto: Muhammad Adimaja/Antara
Sebuah kursi berada diantara bangunan yang ambruk dampak gempa dan tsunami di kawasan Pantai Taipa, Palu Utara, Sulawesi Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID  Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah menyiapkan sejumlah skenario pemungutan suara di lokasi terdampak gempa Palu-Donggala, Sulawesi Tengah. Komisioner KPU Viryan Aziz memprediksi pemilu di sana terancam kekurangan bahkan tanpa pemilih.

Jumlah penduduk yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT), kata Viryan, dipastikan menyusut. Hilangnya pemilih lantaran banyak penduduk yang meninggal dunia. Viryan juga mengungkapkan, pemilih di sejumlah daerah hilang karena musibah gempa dan tsunami.

"Misalnya, daerah Kelurahan Petobo (yang berada di Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu), satu daerah hilang, maka TPS (tempat pemungutan suara) di daerah itu berpotensi hilang," ujar Viryan ketika dijumpai wartawan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/10).

Dia melanjutkan, jika memang benar satu daerah itu hilang, jumlah TPS di Sulteng secara keseluruhan akan mengalami pengurangan. Artinya, otomatis ada penghapusan data pemilih karena mereka telah meninggal dunia.

KPU sampai saat ini belum mendapatkan data terperinci tentang berapa TPS yang hilang dan data pemilih yang akan dihapus. Namun, secara umum, pihaknya telah meminta KPU daerah memetakan sejumlah titik tempat meninggalnya masyarakat akibat bencana alam.

Untuk mengantisipasi adanya pengurangan jumlah TPS dan pengurangan data pemilih, KPU sudah menyiapkan skenario penyatuan TPS (regrouping). "Hal seperti ini pernah kami lakukan sebelumnya saat pilkada 2018. Saat itu ada bencana letusan Gunung Agung," ujar Viryan.

Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengatakan, belum ada wacana melakukan penundaan pelaksanaan pemungutan suara di lokasi bencana alam Palu dan Donggala. Meski demikian, Bawaslu masih terus mengumpulkan informasi tentang perkembangan kerusakan infrastruktur akibat gempa bumi dan tsunami di dua daerah tersebut.

"Penundaan itu biasanya karena bencana alam di hari H (pemungutan suara). Mudah-mudahan proses recovery bisa berjalan dengan segera," ujar Fritz.

Proses pemulihan ini, kata dia, tentu terkait dengan pendataan pemilih dan kesiapan KPU serta Bawaslu setempat. Menurut Fritz, pengawas pemilu setempat belum semuanya bisa dikontak.

"Anggota Bawaslu RI, Ibu Ratna Dewi Pettalolo, sedang ke Palu dan sekarang bantuan Bawaslu sudah sampai ke Palu. Tetapi, memang kami belum bisa kontak anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah dan juga Panwaslu Donggala," ujar Fritz. 

Jika melihat kondisi kerusakan gempa secara umum, itu akan sangat memengaruhi pelaksanaan pemungutan suara di daerah itu.

Terkait kampanye di lokasi bencana, komisioner KPU lainnya, Wahyu Setiawan, mengatakan, penghentian kampanye di daerah terdampak gempa dan tsunami di Sulteng bisa dilakukan jika telah ada kesepakatan antara peserta Pemilu 2019. 

"Sekarang sudah ada kesepakatan mereka tidak kampanye di daerah bencana," ujar Wahyu, Selasa.

Ia menjelaskan, penghentian kampanye bukan berarti tahapan kampanye dihentikan. Konteks penghentian kampanye ini, kata dia, ialah daerah yang terdampak bencana tidak dijadikan tempat kampanye.

Sebab, menurut Wahyu, penghentian atau penundaan kampanye untuk daerah yang mengalami bencana alam tidak dimungkinkan karena berkaitan dengan penerapan UU Pemilu Nomor 7/2017. Aturan itu sudah mengamanatkan kampanye pemilu dimulai sejak 23 September lalu hingga 13 April 2019. 

(ed: angga indrawan)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement