Selasa 02 Oct 2018 18:05 WIB

Menkumham: Napi Sementara Harus di Luar Lapas

Bangunan lapas yang hancur membuat pemerintah tidak memiliki tempat untuk napi.

Suasana Lapas Palu yang sepi di Petobo, Palu, Sulawesi Utara, Rabu (3/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Suasana Lapas Palu yang sepi di Petobo, Palu, Sulawesi Utara, Rabu (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengakui membiarkan sementara narapidana di wilayah terdampak gempa di Sulawesi Tengah berada di luar lembaga pemasyarakatan. Ia beralasan karena bangunan lapas hancur.

"Kan kondisinya parah banget, roboh, yang di Donggala karena mereka dikunci, para napi marah karena takut gempa susulan terus-menerus, akhirnya dilepas. Banyak juga yang melapor kembali, tapi mau bagaimana lapasnya hancur begitu. Makanan juga harus kita sediakan," kata Yasonna di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/10).

Gempa berkekuatan 7,4 Skala Richter  mengguncang Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9) sore. Gempa tersebut mengakibatkan sedikitnya korban tewas 1.234 jiwa hingga Selasa (2/10) pukul 13.00 WIB, sedangkan korban luka berat mencapai 799 orang, hilang 99 orang, tertimbun 152 orang, dan 48.025 warga mengungsi tersebar di 103 titik.

Ia menjelaskan tentang kondisi para narapidana di daerah itu dan kaitannya dengan kebijakan kementeriannya. "Jadi kondisinya sangat 'hectic', panik, mereka khawatir pada keluarganya. Jadi sementara karena alasan kemanusiaan dulu, lapasnya hancur, mau bagaimana? Tembok roboh, saat gempa susulan mereka khawatir tertimpa reruntuhan. Waktu gempa pertama kan retak, tembok semua roboh. Jadi persoalannya mereka 'concern' pada keluarga, mereka 'concern' pada dirinya sendiri," katanya.

Namun, menurut Yasonna, banyak juga napi yang melapor lagi ke lapas. "Banyak yang melapor lagi, tapi ada yang beberapa tempat dan ruang di Palu, ada yang bisa digeser ke situ. Di Donggala yang parah kan waktu di dalam dibakar sama mereka karena kalapasnya agak 'concern', kalau dia lepas takut dimarahi. Padahal di dalam paniklah. Kalau kita dikunci di dalam goyang terus, ya keselamatan kita tidak terjamin," kata Yasonna.

Oleh karena itu, saat ini ia membiarkan para narapidana mengurus keselamatan masing-masing terlebih dahulu. "Dari data sampai seribuan di Donggala. Di Palu ada 400 atau 600, tapi mereka bagusnya sebagian ada yang melapor. Nanti urusan berikutnya, biar tenang semuanya, nanti bisa dicari lagi. Sekarang unsur keselamatan masing-masing dululah. Sekarang 'concern' mereka sama keluarga banyak yang korban kan dan diharapkan mereka terus membuat laporan," katanya.

Yasonna pun membuka opsi memindahkan narapidana itu keluar Sulteng. "Nanti kan terpaksa di luar dari Sulteng. Sekarang didata, kakanwil 'me-mapping' solusi. Sementara ini banyak di antara staf kita berperan membantu orang-orang di sana sampai bantuan dari Kemenkumham lewat laut dari Kalimantan Timur, staf kita dikirimkan ke Palu. Dirjen (Pemasyarakatan, red.) hari kedua ke Palu dengan Hercules," katanya.

Para tahanan dan narapidana yang kabur itu berasal dari Lapas Palu 515 dari 581 narapidana sehingga tersisa 66 warga binaan, rutan Palu sebanyak 410 tahanan dari 463 tahanan sehingga tersisa 53 orang. Selain itu, Lembaga Pemasyarakatan Khusus Perempuan (LPP) Palu sebanyak 75 narapidana dari 83 narapidana ditambah tiga bayi tersisa sembilan orang, Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak Palu 24 orang dari 29 narapidana sehingga tersisa lima warga binaan, dan Lapas Donggala sebanyak 342 narapidana kabur semua.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement