REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyusul terjadinya gempa dan tsunami di Palu- Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), aksi penjarahan juga menyertai kejadian bencana alam yang menyebabkan ratusan orang meninggal itu. Sebanyak 45 tersangka penjarahan diringkus aparat kepolisian.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menuturkan, para penjarah berupaya mencuri barang-barang elektronik. Barang tersebut dinilai tidak ada kaitannya dengan kebutuhan pokok korban gempa sehingga polisi melakukan penangkapan.
"Lokasinya (ditangkap) ada di lima tempat kejadian perkara (TKP)," kata Dedi dalam pesan teksnya, Selasa (2/10) pagi. Lima tempat itu, yakni Mal Tatura, ATM Center Pue Bongo, gudang PT Adira, Grand Mall, dan Butik-butik Anjungan Nusantara.
Dedi menuturkan, ke-28 tersangka ditangkap saat mencuri di Mal Tatura, tujuh tersangka ditangkap di ATM Center, satu tersangka di Gudang Adira, tujuh tersangka di Anjungan Nusantara, dan dua tersangka pencurian BBM di Grand Mall.
Dalam penangkapan tersebut, polisi juga menyita barang bukti, antara lain, sistem tata suara, LCD, mesin cetak, amplifier, mesin ATM BNI, sepeda motor, AC, dispenser, mikrofon, satu karung sandal, satu karung sepatu, satu kardus pakaian, linggis, betel, obeng, kunci letter T, kunci Inggris, dan palu.
"Kasus tersebut dalam penanganan tim gabungan Dit Reskrimum Polda Sulteng dan Sat Reskrim Polresta Palu," ujar Dedi.
Baca juga: Penjarahan di Palu dan Warga yang tak Ingin Disebut Menjarah
Sebelumnya, Polri telah meminta masyarakat agar tidak melakukan penjarahan di lokasi gempa dan tsunami Palu-Donggala, Sulteng. Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto mengatakan, para pelaku penjarahan saat bencana bisa mendapatkan hukuman lebih berat.
"Situasi bencana melakukan kejahatan hukumannya lebih berat. Pasal KUHP diatur situasi bencana melakuan kejahatan itu lebih berat ancaman hukumannya," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (1/10).