Selasa 02 Oct 2018 07:44 WIB

Menggugat UU Negara Yahudi

Aksi bertepatan dengan peringatan pembunuhan 13 warga Arab-Israel oleh polisi Israel.

Komunitas Druze di Israel memprotes UU negara Yahudi di Tel Aviv, Israel, Sabtu (4/8).
Foto: AP Photo/Oded Balilty
Warga berkumpul memprotes UU bangsa Yahudi di Tel Aviv, Israel, 30 Juli 2018.

Kendati demikian, aksi demonstrasi untuk memprotes UU Negara Bangsa Yahudi dinilai memiliki dampak terbatas. Sebab Senin merupakan hari libur bagi mayoritas Yahudi yang menandai akhir dari festival Sukkot. 

UU Negara Yahudi diloloskan Knesset pada 19 Juli.  Dengan UU tersebut, Israel memproklamasikan sebagai tanah air bangsa Yahudi. Dalam UU itu, Israel turut mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya. 

Selain itu, UU tersebut turut mencabut status bahasa Arab sebagai bahasa resmi. Dengan demikian hanya terdapat bahasa Ibrani dan bahasa resmi negara

UU Negara Yahudi diyakini mendorong Israel untuk terus memperluas proyek permukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan Palestina walaupun telah dinyatakan ilegal di bawah hukum internasional. Di sisi lain, UU itu pun dikhawatirkan semakin memarginalkan masyarakat Palestina berkewarganegaraan Israel yang mencapai 1,8 juta orang atau sekitar 20 persen dari total populasi masyarakat Israel.

Awal Agustus lalu, The Legal Center for Arab Minority Rights (LCAMR), sebuah organisasi yang mewakili minoritas Arab-Israel, telah mengajukan petisi ke Mahkamah Agung Israel. Mereka meminta Mahkamah Agung Israel mencabut UU Negari Yahudi.

Petisi LCAMR diserahkan atas nama kepemimpinan politik Arab di Israel. "Dalam dokumen hampir 60 halaman, para pemohon menyerukan Mahkamah Agung Israel membatalkan UU Negara Bangsa Yahudi yang merupakan UU rasis dan bertentangan dengan semua norma hukum internasional," kata LCAMR dalam pernyataannya.

Menurut LCAMR, UU Negara Bangsa Yahudi, yang mendefinisikan Israel sebagai tanah air Yahudi telah mendiskreditkan masyarakat Palestina di negara tersebut yang mencapai 20 persen dari total populasi. 

"UU ini memiliki semua karakteristik apartheid. Ini menjamin karakter etnis-religius Israel sebagai eksklusif Yahudi dan menguasai hak istimewa yang dinikmati warga Yahudi," kata LCAMR.

(reuters: ed: yeyen rostiyani) 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement