Selasa 02 Oct 2018 07:44 WIB

Menggugat UU Negara Yahudi

Aksi bertepatan dengan peringatan pembunuhan 13 warga Arab-Israel oleh polisi Israel.

Komunitas Druze di Israel memprotes UU negara Yahudi di Tel Aviv, Israel, Sabtu (4/8).
Foto: AP Photo/Sebastian Scheiner
Komunitas Druze di Israel memprotes UU negara Yahudi di Tel Aviv, Israel, Sabtu (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kamran Dikarma

Warga Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur menggelar demonstrasi serentak pada Senin (1/10). Demo dilakukan dalam rangka memprotes Undang-Undang (UU) Negara Yahudi Israel. 

Dalam aksi tersebut, warga Palestina bergabung dengan warga Arab-Israel yang turut menentang UU Negara Yahudi. "Saya dapat mengatakan terhadap aksi itu memiliki komitmen penuh," kata anggota Arab Knesset (parlemen Israel) Massoud Ghanayem, dikutip laman Anadolu Agency.

Menurut Ghanayem, segenap warga Palestina di wilayah pendudukan berpartisipasi dalam aksi menentang UU Negara Bangsa Yahudi. "Kesatuan ini diperlukan karena undang-undang negara (Yahudi) menargetkan semua masalah rakyat Palestina, apakah itu pengungsi, hak mereka menentukan nasib sendiri, dan kehadiran warga Arab di Israel," ujarnya. 

Ketua Daftar Gabungan Hassan Jabareen menjelaskan aksi tersebut merupakan protes warga Arab-Israel yang kini seolah menjadi warga negara kelas dua di bawah UU Negara Bangsa Yahudi.

"Aksi ini mengirim pesan perlawanan terhadap diskriminasi dan rasialisme yang terus berlanjut terhadap publik Arab, yang tidak akan menerima status kewarganegaraan yabg lebih rendah sebagai warga kelas dua atau ketiga," ucapnya, dikutip laman the Times of Israel

"Kami lahir di negara ini (Israel) dan akan berjuang untuk kesetaraan nasional. Kewarganegaraan penuh dan setara untuk semua," kata Jabareen menambahkan. 

Mohammed Barakeh, mantan anggota Arab Knesset mengatakan, demonstrasi gabungan antara warga Palestina dan warga Arab-Israel merupakan sebuah pesan untuk dunia.

"Aksi itu adalah sebuah pesan kepada dunia bahwa penyebab apartheid dan rasisme adalah sesuatu yang seharusnya tidak hanya ditangani secara internal, tapi harus dibicarakan secara global," ungkap Barakeh, dikutip laman Al Araby

Aksi demonstrasi pada Senin bertepatan dengan peringatan pembunuhan 13 warga Arab-Israel oleh polisi Israel pada 2000, tepatnya ketika peristiwa intifadah kedua atau intifadah Al-Aqsha. Momen kelam itu terjadi setelah perdana menteri Israel Ariel Sharon dan sekitar 1.000 pasukan bersenjata memasuki kompleks Al-Aqsha. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement