Senin 01 Oct 2018 19:25 WIB

LIPI: Gempa dan Tsunami Palu Perlu Diteliti

'Gempa dan tsunami Palu menjadi pelajaran penting perlunya data geo-sains.'

Rep: Bayu Adji/ Red: Yudha Manggala P Putra
Foto udara rumah-rumah warga yang hancur akibat gempa 7,4 pada skala richter (SR) di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Foto udara rumah-rumah warga yang hancur akibat gempa 7,4 pada skala richter (SR) di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merilis analisis singkat mengenai gempa dan tsunami yang terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Jumat kemarin. Pakar kegempaan LIPI Danny Hilman Natawidaja mengungkapkan, ada detail-detail fenomena alam yang membuat gempa dan tsunami Palu patut mendapat perhatian.

“Ada tsunami yang justru terjadi di mekanisme pergerakan struktur sesar mendatar juga likuifaksi tanah,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (1/10).

Menurut Danny, ada kondisi-kondisi tertentu di Palu yang membuat hal itu terjadi. Meski bukan kejadian pertama, kata dia, hal ini perlu mendapat perhatian serius.

Karena itu, ia meminta agar sumber pengetahuan mengenai kegempaan ditingkatkan. Tentunya, pengetahuan mengenai kebencanaan disertai pengetahuan mitigasi bencana.

Peneliti bidang geofisika kelautan dari Pusat Penelitian Oseanografi, Nugroho Dwi Hananto menyebutkan, ada kemungkinan bahwa sesar mendatar Palu-Koro yang memiliki komponen deformasi vertikal di dasar laut memicu terjadinya tsunami. Ia menjelaskan, kawasan Teluk Palu hingga Donggala juga mempunyai bentuk mirip kanal tertutup dengan bentuk dasar laut yang curam.

Akibatnya, ketuka ada massa air laut datang, gelombangnya lebih tinggi dan kecepatannya lebih cepat. Ia juga mencatat kemungkinan longsor bawah laut disebabkan tebing bawah laut runtuh akibat gempa.

“Gempa dan tsunami Palu menjadi pelajaran penting perlunya data geo-sains yang lebih lengkap untuk bisa mengkaji potensi terjadinya gempa yang sumbernya berasal dari bawah laut,” ungkap dia.

Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Eko Yulianto menyebutkan, letak Kota Palu berada di atas sesar Palu-Koro. Ia menjelaskam, sesar Palu-Koro adalah patahan yang membelah Sulawesi menjadi dua bagian barat dan timur. "Sesar ini mempunyai pergerakan aktif dan jadi perhatian para peneliti geologi,” kata dia.

Menurut Eko, fakta ini seharusnya menjadikan kesiapsiagaan dan kewaspadaan bencana harus menjadi perhatian agar dampak buruk dapat diminimalisir. Pasalnya, sampai saat ini belum ada satu pun teknologi di dunia yang mampu secara akurat dan presisi memprediksi kapan datangnya bencana, terutama gempa bumi.

Karena itu, jika ada pendapat yang menyatakan mampu memprediksi gempa bumi beserta kekuatan magnitudonya, bisa dipastikan itu adalah hoaks.

Kepala LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, Indonesia menjadi pertemuan empat lempeng tektonik. Lempeng itu yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik.

Selain itu Indonesia juga terletak di kawasan sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, hingga Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah dan sebagian didominasi oleh rawa-rawa. "Fakta ini harus diyakini agar masyarakat Indonesia harus siap menghadapi segala kemungkinan bencana," kata dia.

Menurut Handoko, yang paling penting adalah mempersiapkan masyarakat agar selalu siaga melalui penyadaran publik mengenai mitigasi bencana. Salah satunya, kata dia, lewat publikasi temuan ilmiah tentang kebencanaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement