Ahad 30 Sep 2018 21:11 WIB

Kelurahan di Palu Barat Longsor Hingga Kedalaman 7 Meter

500 santri Ponpes Al-Khairaat di Palu Barat memilih untuk mengungsi

Rep: Umar Mukhtar / Red: Nidia Zuraya
Suasana jembatan kuning yang ambruk akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/9).
Foto: Antara/Muhammad Adimadja
Suasana jembatan kuning yang ambruk akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 500 santri pondok pesantren Al-Khairaat di Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah, milik Ketua Majelis Syuro PKS Habib Salim Segaf Al-Jufri, mengungsi ke tempat aman yang landai dan jauh dari gedung. Jumlah itu terdiri dari laki-laki dan perempuan yang tinggal di asrama pesantren.

Ustaz Khairan, murid Habib Salim yang punya beberapa keluarga di pesantren tersebut, menjelaskan, para santri Al-Khairaat tidak seluruhnya menetap di asrama pesantren. Ada yang tinggal di asrama dan pulang-pergi. Santri yang pulang-pergi ini berada di rumah. Dari informasi yang diterima sejauh ini, mereka dalam kondisi aman.

Dari penuturan kakak Khairan, Nur Jannah, diketahui bahwa sejumlah gedung Pesantren Al-Khairaat rusak dan ada yang roboh. Beberapa gedung masih berdiri meski mengalami kerusakan. Kecamatan Palu Barat, tempat Al-Khairat berada adalah lokasi yang paling besar kerusakannya.

"Beberapa kelurahan tenggelam ditelan longsor sampai 7 meter ke bawah. Gedung Al-Khairat ada beberapa yang rusak dan roboh, yang lain masih berdiri walaupun rusak," kata Khairan, kepada Republika.co.id, Ahad (30/9).

Khairan menambahkan, gedung madarasah tsanawiyah Al-Khairat pusat masih aman. Hanya saja, pintu gerbang madrasah tersebut roboh. "Rumah Habib Assegaf, rumah Habib Abdillah, dan rumah-rumah yang berada di jalan Mangga (Kecamatan Palu Barat), alhamdulillah tidak rusak. Hanya perabotan dalam rumah hancur," tutur dia.

Sang kakak juga menceritakan soal banyaknya gedung yang runtuh, termasuk hotel. Keperluan logistik seperti makanan dan minuman, dan bahan bakar bensin, pun sulit didapat. Kondisi ini kemudian menyebabkan masyarakat melakukan penjarahan di pertokoan.

"Dari laporan saudara-saudara, air tidak ada, makanan tidak ada sama sekali. Bensin tidak ada, kemudian sekarang penjarahan. Karena orang kelaparan. Jadi toko-toko itu dibongkar, dijarah oleh massa yang lapar," ungkap dia.

Warga di sekitar kompleks Pesantren Al-Khairaat, papar Khairan, masih takut memasuki rumah, khususnya di malam hari. Goyangan gempa masih terus terjadi meski skalanya kecil sehingga mereka memilih menetap sementara di pengungsian yang tanahnya landai dan jauh dari bangunan. Warga baru berani masuk ke rumah saat siang hari.

Di dalam kompleks pesantren Al-Khairaat, ucap Khairan, didirikan posko yang letaknya dekat gedung Al-Muhsinin. Namun, dia sampai saat ini tidak mengetahui persis kondisi keluarga Habib Salim Segaf. Namun, berdasarkan informasi dari sang kakak, istri dari KH Mansur Baba bernama Ustazah Linang, telah meninggal dunia.

"Ada informasi terbaru, salah satu istri kiai besar di Al-Khairaat, Ustazah Linang, istri dari Kiai Haji Mansur Baba Lc, meninggal dunia. Guru saya itu. Dua-duanya guru saya," ungkapnya.

Teman sekolah Khairan di pesantren Al-Khairaat, pun meninggal dunia bersama keluarganya saat berada di dalam rumah. Rumahnya berada di kompleks perumnas dan tak begitu jauh dari kompleks pesantren Al-Khairaat. Saat terjadi bencana gempa, rumah kawannya jadi salah satu yang ikut amblas ke dalam tanah hingga 7 meter.

"Ada beberapa tempat di Palu Barat, dua kelurahan, perumahan, itu amblas sampai diameternya 3 kilometer. Rumah-rumahnya masuk ke dalam," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement