Ahad 30 Sep 2018 21:15 WIB

Festival Gunung Slamet Diusulkan Jadi Agenda Nasional

Festival Gunung Slamet diharap ditetapkan Kemenpar menjadi agenda pariwisata nasional

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Yudha Manggala P Putra
Warga membawa lodong atau wadah air yang terbuat dari bambu saat ritual pengambilan air di Festival Gunung Slamet 2017 di Desa Serang, Karangreja, Purbalingga, Jateng, Kamis (21/9).
Foto: Antara/Idhad Zakaria
Warga membawa lodong atau wadah air yang terbuat dari bambu saat ritual pengambilan air di Festival Gunung Slamet 2017 di Desa Serang, Karangreja, Purbalingga, Jateng, Kamis (21/9).

REPUBLIKA.CO.ID,PURBALINGGA -- Pemerintah Kabupaten Purbalingga akan mengusulkan Festival Gunung Slamet (FGS) yang rutin diselenggarakan setiap tahun, agar bisa menjadi agar bisa masuk dalam agenda pariwisata nasional. Hal itu disampaikan Plt Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Partiwi, saat membuka pelaksanaan FGS.

''Saya berharap, tahun depan FGS dapat menjadi salah satu agenda pariwisata nasional yang ditetapkan Kementerian Pariwisata,'' jelasnya.

Dia menyebutkan, kegiatan FGS yang diselenggarakan warga masyarakat lereng Gunung Slamet tersebut, setiap tahun sudah semakin menarik untuk disaksikan wisatawan. Bila kelak dimasukkan dalam agenda pariwisata nasional, dia menyebutkan, atraksi wisata yang dipertunjukkan akan lebih menarik lagi.

Plt Bupati juga menyatakan, agenda wisata FGS juga akan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat, karena multiplier effect kegiatan ini akan cukup luas. ''Untuk itu kita berharap, tahun depan kegiatan FGS bukan lagi menjadi agenda wisata lokal. Namun sudah menjadi agenda wisata nasional,'' jelasnya.

Sementara mengenai penyelenggaraan FGS, sudah dimulai sejak Jumat (28/9) yang diisi dengan kegiatan prosesi pengambilan air dari mata air Sikopyah Desa Serang Kecamatan Karangreja. Sebanyak 700 warga desa melakukan prosesi dengan berjalan kaki sejauh 2 km dengan mengenakan pakaian adat dan tanpa alas kaki. Air diambil dengan menggunakan lodong bambu.

Iring-iringan warga dimulai dengan pasukan pembawa tombak pusaka dan tumpeng serta ingkung ayam. Mereka berjalan diiringi musik rembana dan shalawatan. ''Tujuan prosesi ini agar masyarakat desa selalu sadar mengenai pentingnya menjafa kelestarian lingkungan dan kesuburan tanahnya,'' katanya.

Sementara pada Sabtu (29/9), acara FGS diisi dengan makan nasi takir bersama. Yakni, nasi yang diletakkan di atas daun pisang dengan lauk beragam. Acara makan nasi takir ini juga dengan melibatkan pengunjung yang hadir.

''Untuk acara ini, masing-masing keluarga menyediakan tiga bungkus nasi takir berikut lauknya. Dengan demikian, nasi takir tidak hanya dimakan warga desa, tapi juga disuguhkan pada pengunjung,'' jelas Sugito.

Sebelum disajikan, takir yang disediakan warga diarak lebih dulu dalam Pawai Budaya keliling desa dengan menggunakan tenong. Setelah itu, baru dimakan bersama di Lembah Asri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement