REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Mimi Kartika
Jumadi Lebang akhirnya berhasil berhubungan dengan kakaknya, Tomi Lebang, yang tinggal di Tebet, Jakarta Pusat. Tomi mendapatkan sambungan telepon dari adiknya itu pada Sabtu (29/9), tepat pukul 06.54.
Sebelumnya, ia kesulitan menghubungi Jumadi di Palu karena saluran komunikasi terputus sejak gempa berkekuatan 7,7 skala Richter (SR) pada pukul 17.02 mengguncang Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, berdampak hingga Palu.
Jumadi bercerita pada sang kakak. Saat itu, Jumat (28/9), langit sore menggelap dan mendung menjelang maghrib. Jumadi sedang berselancar di internet dengan komputernya. Ia juga sambil berkomunikasi bersama Tomi dan saudara lainnya di grup percakapan Whatsapp.
Saat itu, istrinya, Yusrainy, dan kedua anaknya sedang berada di luar tengah. Mertuanya yang berada di rumahnya sedang berwudhu di kamar mandi.
"Tiba-tiba meja dan komputer di atasnya terangkat lalu terbalik. Benda-benda berjatuhan. Bumi berguncang hebat. Suara orang-orang melolong terdengar panik dari tetangga. Listrik mati tiba-tiba, lampu padam, dan di dalam rumah jadi gelap gulita," ujar Jumadi kepada Tomi.
Jumadi pun panik, ia berusaha berdiri ketika lantai masih berayun-ayun. Ia berjalan seraya meraba dinding.
Ia mencari dua anaknya yang berusia 10 tahun dan balita, tetapi tidak menemukan mereka. Jumadi makin panik dan limbung.
"Suara benda-benda berjatuhan di kegelapan, tanah yang berayun keras dan cepat, lalu lemari-lemari bergeser dan tumbang, mendatangkan bayangan yang buruk dalam sekejap," kata Jumadi.
Kemudian, ia menuju pintu keluar. Keadaan di luar rumah lebih terang.
Jumadi langsung menemukan istri, kedua anaknya, serta ayah dan ibu mertuanya sudah berada di halaman depan rumah. Ayah mertuanya mengalami luka-luka. Rupanya, saat gempa tiba, ia berada di kamar mandi, ayah terempas ke dinding ruang kecil itu.
Jumadi dan keluarga berkumpul di luar rumah bersama para tetangga. Mereka masih merasakan tanah yang dipijak berayun-ayun. Mereka pun saling menguatkan.
"Saat gempa bumi besar reda, guncangan-guncangan kecil susul-menyusul. Kian malam kian kerap," ungkap Jumadi.
Jumadi menuturkan, ia melewatkan malam itu di halaman belakang rumah. Ia mengeluarkan segala sesuatu yang bisa digunakan sebagai alas tidur, seperti kasur.
Jumadi juga menyampaikan, gempa bumi telah terjadi sejak siang. “Tetapi saya tidak sampaikan karena gempa kecil di Palu itu sudah biasa,” katanya.
Padahal, dari siang sampai sore, ia sedang berkirim pesan di grup percakapan Whatsapp. Akan tetapi, Jumadi pun tidak menyinggung mengenai kejadian gempa tersebut kepada kakak dan saudaranya itu. Ia sudah bertahun-tahun tinggal di kota Palu yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di kantor pemerintah daerah.
Ketika jaringan komunikasi berfungsi kembali, Jumadi mengisi daya baterai telepon genggam melalui mobilnya. Ia pelan-pelan mengeluarkan mobil itu dari rumah pada malam harinya.
Kemarin, Sabtu, Jumadi masih belum mengetahui harus ke mana. Jalan-jalan di Kota Palu terlihat berantakan. ''Jalur keluar kota juga tidak jelas,'' katanya.
(ed: nina ch)