Rabu 26 Sep 2018 19:08 WIB

Dilema Amil Zakat, Manusia Biasa yang Bisa Salah dan Khianat

Amil zakat tidak sesuci malaikat, tapi bukan pula setan yang pantas dilaknat

Amil zakat di Masjid Istiqlal menerima zakat fitrah dari warga (Ilustrasi)
Foto: Republika
Amil zakat di Masjid Istiqlal menerima zakat fitrah dari warga (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana*

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri,…”(QS. Al-Isra’ (17) : 7)

Sahabat amil dan para pejuang gerakan zakat, amil bukanlah para malaikat yang suci tanpa noda yang melekat. Amil bukan pula setan yang senantiasa salah dan pantas dilaknat. Amil adalah manusia biasa yang tentu bisa salah dan bisa pula khianat.

Karena itu, amil secara ideal haruslah mereka yang bersemangat untuk senantiasa berjuang demi umat. Mereka harus menjadikan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang mereka kelola bagian dari ideologi perjuangan dan penegakan idealisme masa depan.

Namun masalahnya, adakah orang-orang yang rela meninggalkan kesenangan dunia, yang menjanjikan melimpahnya kekayaan dan tingginya kedudukan di hadapan manusia lainnya, untuk kemudian justru memilih menjadi amil zakat. Adakah mereka yang secara lahir dan batinnya 'siap miskin' ketika mereka akhirnya memutuskan menerjuni dunia zakat. Sekali lagi tidak mudah.

photo
Ilustrasi Zakat

Manusia secara antropologis lahir dan besar dalam iklim kompetisi secara terus menerus. Siapa yang kuat ialah yang akan menguasai akses pada apa pun. Baik pada harta, kedudukan maupun pada popularitas di hadapan manusia lain. Masing-masing manusia merasa ia harus berkembang, maju dan “unggul” saat diberikan kesempatan bersaing.

Amil bukanlah para malaikat yang suci tanpa noda yang melekat, amil bukan pula setan yang senantiasa salah dan pantas dilaknat. Amil adalah manusia biasa yang tentu bisa salah dan bisa pula khianat.

Hingga dunia karier kemudian berubah menjadi rimba belantara yang membuktikan siapa yang kuat (pintar, cerdas, kaya) maka ialah yang jadi pemenang. Hal ini tentu saja berbeda dengan dinamika berkarier di dunia zakat. Para amil zakat bukanlah mereka yang “haus kekayaan”, mereka juga bukan pula orang-orang yang berkategori RT (Raja Tega) yang hanya akan dengan wajah dingin mengatakan: “maaf kami tidak bisa membantu, silahkan datang lain kali”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement