REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Bidang Penjamin Manfaat Rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Mataram, Kris Tandono, mengatakan salah satu tujuan diterapkannya rujukan berjenjang bagi peserta, yakni mengurai antrean panjang pada rumah sakit rujukan. Pernyataan itu dikemukakannya menanggapi keluhan dari peserta BPJS Kesehatan terhadap kebijakan penerapan rujukan berjenjang.
"Kami mendapat keluhan juga dari peserta bahwa peserta rujukan menumpuk di satu rumah sakit, sehingga kami tidak ingin Rumah Sakit (RS) menjadi puskesmas 'raksasa'," katanya kepada sejumlah wartawan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (26/9).
Dengan rujukan berjenjang maka peserta dari fasilitas kesehatan (faskes) pertama harus dirujuk terlebih dahulu ke RS tipe D, kemudian tipe C. Jika RS tipe D dan C tidak memiliki SDM dan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan pasien barulah peserta bisa dirujuk ke RS tipe B.
Ia mengatakan, dengan adanya sistem rujukan berjenjang melalui sebuah aplikasi dalam jaringan (daring) atau online justru memudahkan peserta, faskes maupun RS dalam memberikan informasi RS rujukan kepada pasien secara riil time.
"Misalnya, jika pasien mau dirujuk ke dokter penyakit dalam, maka dalam aplikasi akan muncul nama RS dan jam praktek dokter bersangkutan," ujarnya.
Di sisi lain, kebijakan tersebut juga membantu peserta mendapatkan pelayanan dengan kompetensi yang dibutuhkan dengan jarak yang terjangkau, membantu peserta mendapatkan faskes penerima rujukan yang sesuai dengan kompetensi dan pemenuhan sarana dan prasarana sehingga meminimalisir adanya rujukan berulang dengan alasan tidak ada SDM sarana yang dibutuhkan.
"Tapi untuk penyakit-penyakit tertentu yang fasilitasnya hanya ada di RS tipe B, pasien bisa langsung dirujuk tanpa berjenjang. Misalnya, untuk pelayanan hemodialisa harus dirujuk langsung ke RS Tipe B karena hanya RS tipe B yang memiliki alat tersebut," katanya.
Dikatakan, kebijakan rujukan berjenjang itu diterapkan berdasarkan landasan hukum Undang Undang No. 40/2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Di mana BPJS Kesehatan, sebagai badan pelaksana merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, dapat mengembangkan teknik operasionalisasi pelayanan kesehatan serta sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Selain itu ada Perpres Nomor 19/2016 tentang Perubahan ke 2 Peraturan Presiden Nomor 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 /2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Serta Peratuan Menkes 28/ 2014 tentang Pedoman Pelaksanan Program JKN.
Dengan adanya landasan hukum tersebut, dengan latar belakang implementasi pelaksanaan rujukan berjenjang di masing-masing daerah merujuk pada peraturan daerah dimana peserta yang tinggal pada daerah perbatasan tidak dapat mengakses faskes terdekat apabila tidak sesuai dengan pengaturan pemerintah daerah.
"Dengan demikian, rujukan berjenjang ini sekaligus sebagai pemerataan bagi RS rujukan sehingga pasien tidak menumpuk pada satu RS rujukan," katanya lagi.
Menyinggung tentang saran dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Nusa Tenggara Barat, yang menyarankan agar kebijakan itu dikaji ulang dan koordinasikan dengan Kementerian Kesehatan, Kris mengatakan, hal itu sudah dilakukan.
"Pejabat-pejabat di atas tentunya sudah berkoordinasi dengan Kemenkes RI," jawabnya singkat.