REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pembangunan pariwisata di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta masih terus dilakukan. Saat ini, usaha-usaha dilakukan agar keramaian pariwisata tidak berpusat, melainkan tersebar seantero Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
Badan Otorita Borobudur (BOB) menjadi lembaga utama yang mendapat pekerjaan rumah pengembangan tersebut. BOB, tidak hanya ditanggungi tugas untuk dapat memunculkan potensi-potensi yang ada.
Lebih dari itu, BOB harus mampu memindahkan fokus wisata Jateng dan DIY yang selama ini ada di kota-kota besar. Karenanya, lingkup tugas BOB begitu besar, jauh dari pemahaman umum selama ini.
BOB memiliki wilayah kerja koordinatif hampir seluruh Jateng dan DIY, mulai dari Karimun Jawa sampai pantai selatan. Sedangkan, wilayah kerja otoritatifnya seluas 309 hektar dan berada di Kabupaten Purworejo.
Fokus lokasinya ada di Perbukitan Menoreh yang isinya dipenuhi hutan pinus. Turut berkantor di Kota Yogyakarta, BOB secara tidak langsung bertanggung jawab atas ribuan pohon pinus yang ada di sana.
Direktur Utama BOB, Indah Juanita, mengungkapkan sejumlah rencana yang akan dilakukan untuk pariwisata Jateng-DIY. Termasuk, menjaga keasrian hutan-hutan pinus yang ada di Perbukitan Menoreh.
"Supaya bisa jadi lingkungan yang bermanfaat, sebab kalau dilihat Jawa Tengah dan DIY, selama ini keramaian ada di Yogyakarta dan Borobudur," kata Indah, di Sleman.
Ia melihat, selama ini keramaian pariwisata tidak pernah ke luar dari lingkup itu. Pariwisata di Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Kulonprogo, dan utara Kabupaten Magelang misalnya, belum dirasa mendapat perhatian maksimal.
Untuk itu, perlu ada koordinasi atas kegiatan pariwisata di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Jawa Tengah dan DIY. Tidak sekadar diurai, harus dibuatkan kue-kue baru supaya perkembangan pariwisata bisa bertambah luas. "Dan kue baru itu ada di Purworejo," ujar Indah.
Indah berharap, pembangunan di Kabupaten Purworejo mampu menimbulkan multi player effect dan membuat perputaran ekonomi yang lebih baik. Paling tidak, perputaran ekonomi dirasakan ke seantero Jawa Tengah dan DIY.
Pembangunan akan dilakukan dengan konsep yang berbeda dari tempat-tempat yang hingar bingar. Rencananya, pembangunan akan menghadirkan nuansa ketenangan, petualangan, dan kebudayaan dengan berbagai aktivitas.
Memiliki daerah yang eksotik, pembangunan memang perlu variasi. Terlebih, daerah itu sebagian besar terdiri dari tebing-tebing, yang menghadirkan nuansa-nuansa menantang bagi wisatawan.
"Jadi itu culture and adventure ecotourism yang akan dibuat di kawasan kami," ujar salah satu sosok di balik majunya wisata Nusa Dua dan Mandalika tersebut.
Tema itu menegaskan pembangunan tidak akan berbentuk bangunan yang masif dan besar. Pembangunan lebih bersifat spesifik individual, dengan jumlah yang cukup besar dan memperhatikan bagaimana aktivitas wisatawan.
Tema itu sekaligus memberikan kewajiban bagi BOB untuk bisa membangun desa-desa sektiar karena akan jadi lingkup aktivitas tamu-tamu yang datang. Termasuk, untuk menghadirkan fasilitas-fasilitas bagi UMKM.
Melalui fasilitas-fasilitas itu, diharapkan masyarakat bisa mengembangkan usaha-usaha yang ada. Sehingga, ada wadah memasarkan potensi perekonomian masyarakat, tidak sekadar dimunculkan.
Menurut Indah, daerah kehutanan yang ada memang akan dikonversi menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL) ke BOB. Kareanya, BOB memang diharapkan bisa betul-betul mengelolanya secara mandiri.
Dari aspek pariwisata, Indah berharap pembangunan itu bisa memberikan pengembalian modal yang baik. Walau kondisi lapangan berbukit-bukit, ia merasa itu sangat menarik untuk wisatawan.
"Masterplannya, kira-kira daerah-daerah yang bisa kami kerjasamakan, kita akan undang investor-investor yang diharapkan bisa membawa operator-operator dengan keuntungan internasional," kata Indah
Hal itu yang dirasa akan membantuk kunjungan-kunjungan berkesinambungan. Maka itu, kepadatan pembangunan harus dijaga tetap rendah supaya kondisi hutan-hutan yang ada di sana tetap terjaga.
Sejauh ini, yang akan dibangun BOB berupa glamping-glamping karena tempatnya ada di kemiringan-kemiringan. Tentu, tidak bisa membangun satu bangunan yang masif dan berat, dan glamping-glamping jadi alternatif.
Untuk glamping-glamping itu, ia memperkirakan operasional lapangan sudah bisa dilaksanakan tahun depan. Pasalnya, untuk sampai ke lokasi memang diperlukan infrastruktur persiapan dan tidak bisa dilakukan tiba-tiba.
Dari elemen itu, pembangunan hampir serupa dengan yang dilakukan di Nusa Dua dan Mandalika. Untuk Nusa Dua, pembangunan by pass dari Denpasar menuju Nusa Dua kala itu memerlukan waktu tiga tahun
Sedangkan, untuk Mandalika, walau memerlukan waktu yang tidak sebenar, akses dari bandara ke Mandalika sekarang sudah dibesarkan. Serupa, nantinya, akan ada pula by pass yang dibangun di sana.
"Untuk membangun kawasan wisata biasanya perlu waktu lima tahun, masterplan kita bertahap biasanya limatahunan, 10-30 tahun," ujar Indah.
Tapi, ia memastikan, wisata-wisata yang ada akan langsung terintegrasi ke New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kabupaten Kulonprogo. Karenanya, dijalin pula kerja sama dengan Kementerian PU PR.
Indah berharap, ketika NYIA di Kulonrprogo rampung dibangun, akses ke wisata yang ada tidak lebih dari satu jam. Sebab, ketika beroperasi, baik NYIA maupun wisata-wisata yang ada harus menjadi pemicu perekonomian sekitar.