Senin 24 Sep 2018 01:42 WIB

Aero Summit 2018 Jadi Momentum Wujudkan Making Indonesia 4.0

Pusat inovasi saat ini mendukung lahirnya beberapa kawasan khusus industri dirgantara

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
OC Coordination Board Aerosummit Dadang Furqon (tengah) bersama jajaran dari Indonesia Aeronautical Engineering Center (IAEC) memberikan paparannya saat kunjungan ke Kantor Harian Republika, Jalan Warung Buncit, Jakarta, Kamis (6/9).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
OC Coordination Board Aerosummit Dadang Furqon (tengah) bersama jajaran dari Indonesia Aeronautical Engineering Center (IAEC) memberikan paparannya saat kunjungan ke Kantor Harian Republika, Jalan Warung Buncit, Jakarta, Kamis (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bersama asosiasi profesi menyelenggarakan Aero Summit 2018. Kegiatan itu turut mengundang pemangku kepentingan industri, serta badan riset dan lembaga pendidikan.

Dewan Koordinasi Aero Summit 2018 Dadang Furqon Erawan mengatakan tahun ini merupakan momentum sangat penting mengimplementasikan Making Indonesia 4.0 oleh seluruh kluster industri Indonesia.

“Industri dirgantara melakukan langkah aksi segera (quick  wins) untuk menyongsong era Industri 4.0,” kata dia dalam keterangan tertulis pada wartawan, Ahad (23/9).

Industri dirgantara melakukan sinergi dan konsolidasi agar mendapatkan insentif RD&D dan CAPEX untuk investasi teknologi. Era Industri 4.0 membutuhkan SDM bangsa yang berkompeten dalam jumlah besar.

Karena itu, kluster industri dirgantara berkolaborasi menyiapkan tenaga kerja industri berkompeten. Kolaborasi itu mengadakan program besar-besaran lewat pendidikan vokasi untuk meningkatkan dan memperbarui keterampilan bagi seluruh sektor terkait.

Program tersebut berupaya memperbanyak lokakarya dan pelatihan, bidang keilmuan yang menjadi pilar Industri 4.0.  Hal itu sesuai dengan kerangka kerja Making Indonesia 4.0 yang diluncurkan Presiden Joko Widodo.

Saat ini, pusat inovasi, seperti LAPAN, PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT Regio Aviasi Indutri (RAI), serta berbagai kluster industri dirgantara bersama mendorong terwujudnya beberapa kawasan khusus industri dirgantara di Tanah Air. Tim tersebut juga meminta pemerintahan Presiden Jokowi memberi perhatian lebih besar dan konkrit untuk pengembangan kluster industri dirgantara. Salah satunya bisa dilakukan lewat kebijakan yang lebih progresif dan insentif yang lebih konkrit.

Salah satu cara mempercepat transformasi kluster industri dirgantara mewujudkan ekosistem Industri 4.0 adalah menyelenggarakan kegiatan Aero Summit. Keniscayaan bagi Indonesia melakukan penguatan peran asosiasi usaha yang bergerak dibidang industri dirgantara, antara lain Indonesia Aeronautical Engineering Center (IAEC), Indonesia Aircraft Component Manufacturer Association (INACOM), Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA), PT DI, PT RAI, GMF AeroAsia.  Semuanya bersinergi dengan lembaga riset, seperti LAPAN, BPPT, dan perguruan tinggi dalam merumuskan visi besar dan peta jalan terbaru bagi industri terkait.

“Semuanya demi tujuan besar membentuk ekosistem yang ideal untuk mengembangkan produk, volume usaha, serta merebut potensi pasar lokal dan global yang selama ini belum berhasil diraih,” ujar Dadang.

Penyelenggaraan Aero Summit dibarengi dengan kegiatan Seminar Sains dan Teknologi Aerospace (ISAST) keenam bertema Penelitian Aeronautika dan Teknologi Luar Angkasa dan Pengambangan Industri.

Penyelenggaraan ISAST yang berlangsung sejak 2013, menjadi ajang pertukaran informasi mutakhir dan mencari peluang kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri, serta industri strategis yang ada di Indonesia dan dunia. Tema summit adalah “Memperlancar Sinergi dalam Industri Aerospace”.

Dalam menghadapi era Industri 4.0, jembatan udara merupakan faktor sangat penting dalam perekonomian bangsa-bangsa dunia. Menurut proyeksi yang dilansir oleh Asosiasi Transportasi Udara Internasional, ada lima negara yang menjadi pasar penerbangan terbesar di dunia, yaitu Cina, Amerika Serikat, India, Indonesia, dan Turki.

Pasar penerbangan berkembang pesat karena didorong tingginya pertumbuhan kelas menengah. Tren menunjukkan, pada 2036 Indonesia bakal menjadi pasar penerbangan terbesar keempat dunia dengan total penumpang pesawat mencapai 355 juta orang. Pasar penerbangan di Tiongkok menempati peringkat pertama dan mengalahkan Amerika Serikat. Jumlah penumpang pesawat di Tiongkok pada 2036 mencapai 1,5 miliar orang. Sedangkan AS berada di posisi kedua dengan jumlah mencapai 1,1 miliar orang. Sementara India, berada di posisi ketiga dengan total penumpang pesawat mencapai 478 juta orang. Di posisi kelima, ada Turki yang bakal mencapai 196 juta orang penumpang pesawat.

Melihat tren dan peta kepadatan RPK (Pendapatan Kilometer Penumpang), Indonesia harus menyiapkan diri untuk meraih peluang dan lebih kompetitif dalam mengembangkan kluster industri dirgantara.

Dalam tren dan peta tersebut, terlihat Indonesia berada di  zona Asia Pasific sangat strategis. Sebab, region ini memiliki trafik RPK terpadat di dunia, mencapai 36 persen. Persentase itu berada di atas Eropa 20 persen, Amerika Utara 17 persen, dan Timur tengah 13 persen.

Dengan indikator di atas, maka Airbus Industries memprediksi pada 2033 Indonesia  masuk dalam 10 besar dunia sebagai negara yang memesan armada pesawat terbanyak. Atas dasar prediksi dan proyeksi yang sangat kredibel oleh konsultan dan korporasi global terhadap Indonesia, maka pemerintah dan pelaku industri dirgantara harus bergerak cepat menangkap peluang.

“Saatnya memperbaiki visi besar dan strategi nasional, sehingga seluruh pemangku kepentingan akan memiliki pandangan sama dan meniti jalannya peta jalan dengan semangat sinergi yang kuat,” kata dia.

Hubungan Masyarakat Aero Summit 2018 Totok Siswantara menjelaskan kegiatan Aero Summit 2018 diselenggarakan pada 25-26 September 2018 di Hotel Kartika Chandra,  Jalan Jendral Gatot Subroto Kav.18-20, Jakarta.

Kegiatan Aero Summit 2018 dibuka secara lintas kementerian (Kemenristek Dikti, Kemenhub, Kemenperin) dan diikuti lembaga ristek pemerintah, praktisi industri dirgantara, pengusaha, peneliti, inovator, dan akademisi. Acara itu juga didukung korporasi dunia, yakni AIRBUS Industries dengan mengirim delegasi pengembangan industri dirgantara.

Totok mengatakan Aero Summit 2018 terbagi menjadi beberapa kegiatan, yakni Seminar Internasional (ISAST), diskusi panel dengan pembicara utama para menteri kabinet, forum kelompok diskusi, dan lokakarya demi terwujudnya transformasi dan penguatan kluster industri dirgantara menuju era Industri 4.0.

“Terwujudnya jembatan udara yang tangguh dan kemajuan teknologi antariksa nasional merupakan impian para pendiri bangsa Indonesia,” kata Totok.

Pembangunan infrastruktur transportasi udara yang progresif sudah dan tengah dilakukan oleh pemerintah. Namun, harus disertai pengembangan kluster industri dirgantara dalam negeri.

Selain itu, riset dan pengembangan teknologi penerbangan perlu dikokohkan dengan berbagai program kemenangan cepat terkait kluster dirgantara, seperti program nasional rancang bangun pesawat N219, R80, N219 Amphibi, N245, dan pesawat tempur KFX/IFX. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement