REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Dian Erika Nugraheny
Menjelang masa kampanye Pemilu 2019, polisi mengidentifikasi 3.500 hoaks alias berita bohong terkait pemilu. Kepala Biro Multimedia Mabes Polri Brigjen (Pol) Budi Setiawan mengatakan, pemberitaan ini dapat memicu kerawanan dalam pelaksanaan pemilu.
"Berita atau informasi hoaks itu bukan hanya menyebabkan kerawanan lagi dalam pemilu, itu (dampaknya) luar biasa," ujar Budi kepada wartawan seusai diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (22/9).
Budi mencontohkan kondisi di Timur Tengah yang terimbas perang saudara akibat maraknya hoaks di kalangan masyarakat setempat.
Untuk mencegah maraknya hoaks, Polri giat melakukan pemantauan terhadap perkembangan berita dan informasi di dunia maya. Polisi mencermati kecenderungan peralihan penggunaan medsos.
Dia menjelaskan, warganet yang tadinya menggunakan medsos untuk bersilaturahim dan perbincangan kekeluargaan, berubah arah ke penyebaran informasi dan berita hoaks. Dalam satu hari, Polri bisa menemukan ribuan informasi hoaks di medsos.
"Yang krusial saat ini adalah temuan 3.500 informasi hoaks, di mana jumlah itu cukup masif. Karenanya, kita perlu menyejukkan dan memberikan penjelasan supaya masyarakat memiliki pemahaman yang baik. Pemerintah juga ingin agar pemilu berlangsung damai," ujar dia.
Pakar keamanan siber dari CISSRec, Pratama Persadha, melihat akan ada ancaman negatif pada penyelenggaraan pemilihan presiden (pilpres) 2019. Ia memastikan, dari jutaan relawan pasangan capres-cawapres akan ada yang memproduksi berita hoaks dan ujaran kebencian.
"Pasti di antara jutaan relawan itu pasti akan membuat berita itu," ujar Pratama, kemarin.
Ia menyebut karakter pengguna internet di Indonesia lebih mudah menerima berita negatif daripada berita positif. Sebagai solusi, dia menyarankan untuk melawan berita negatif dengan memperbanyak berita positif.