Ahad 23 Sep 2018 08:55 WIB

Paradoks Radikalisme

Radikalisme dalam beragama berarti kembali ke fondasi murni seperti akidah.

KH Haedar Nashir (Ilustrasi)
Foto:

Sikap kedaerahan yang disertai paham dan sikap ekstrem, yang mengandung sikap chauvinis, termasuk sikap anti terhadap orang dari daerah luar dan lebih-lebih bila sering memberikan ancaman merdeka manakala tidak puas terhadap keadaan, juga dapat dikategorikan sebagai radikal dan radikalisme. Demikian halnya dengan primordialisme lain yang serbaekstrem.

Maka menjadi paradoks dan tidak adil manakala baju radikal dan radikalisme disematkan terbatas pada satu paham dan golongan, seperti kepada umat Islam. Paham, sikap, dan tindakan radikal dalam makna ekstrem, intoleran, dan keras dalam kenyataan terdapat pada paham dan golongan lain, termasuk radikal dalam paham kebangsaan, baik atas nama nasionalisme maupun pandangan agama dan ideologi lain yang serbaekstrem, eksklusif, dan tidak jarang mengandung muatan intoleransi dan kekerasan.

Paradoks tentang pandangan radikalisme seperti itu menunjukkan reduksi dan kekeliruan pemikiran yang menunjukkan bukti radikalisme dalam wujud lain. Di sinilah pentingnya keobjektifan pandangan secara adil dan komprehensif tentang radikalisme agar tidak terjebak pada reduksi dan salah pemikiran.

Radikalisme Keagamaan

Bagaimana dengan radikalisme agama? Radikalisme agama atau keagamaan memang dijumpai dalam kehidupan umat beragama sepanjang sejarah di mana pun, sebagaimana radikalisme lainnya. Radikalisme agama, lebih-lebih yang mengandung ekstremisme (ghuluw), intoleransi, dan kekerasan, tidak baik dan tidak dibenarkan ajaran agama, termasuk Islam. Islam adalah agama tengahan (wasathiyah) dan menebar rahmatan lil-‘alamin di muka bumi.

Islam mengajarkan damai, tasamuh, kebaikan, dan spirit hanif dalam beragama. Kalaupun ada ajaran dan sejarah jihad dalam makna qital atau ghozwah (perang) dalam Islam sangatlah terbatas, ketat, dan menjunjung etika kemanusiaan yang tinggi demi mempertahankan agama dan diri umat dari ekspansi pihak lain yang sewenang-wenang.

Islam tidak membenarkan jihad fisik secara serampangan, sepihak, dan sewenang-wenang alias anarkistis. Dalam posisi paham keagamaan moderat pun perlu keterbukaan, tidak menjadi ekstrem tengah dengan mengembangkan pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan radikal atas nama kemoderatan.

Kenyataan ada radikalisme ekstrem dan mengandung kekerasan pada seglintir kelompok Islam, seperti digelorakan al-Qaida, ISIS, Jamaah Islamiyah, dan gerakan-gerakan serupa, terutama yang dilarang di dunia Muslim. Kita semua menentang radikalisme agama seperti itu, termasuk jika dikembangkan di Indonesia.

Kita juga secara tegas tidak bersetuju dengan gerakan Islam yang mengusung paham dan aksi menegakkan kekhalifahan atau negara Islam di Indonesia. Semua atau mayoritas terbesar umat Islam sudah bersepakat bahwa Indonesia ialah negara hasil konsensus nasional di mana Pancasila sebagai dasar negara sejalan dengan Islam, yang dalam terminologi Muhammadiyah dideklarasikan sebagai Darul Ahdi Wasyahadah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement