REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengimbau pengguna media sosial (medsos) untuk menjauhi hoaks dan ujaran kebencian. Sebab, jika ujaran tersebut bertemu dengan hoaks maka bakal sangat berbahaya karena dapat menciptakan tindakan yang provokatif.
Karena itu, Titi mengatakan, ujaran kebencian pada Pilpres kali ini perlu menjadi perhatian lebih. "Ujaran kebencian itu paling efektif kalau bertemu hoaks," kata dia di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (22/9).
Di sisi lain, Titi mengatakan Pilpres 2019 ini memang menunjukan perubahan dari sisi penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian dibandingkan pada Pilpres 2014. Pada Pilpres 2014 lalu, kata dia, belum apa-apa sudah marak beredar informasi hoaks.
“Sekarang, semalam saja itu ada hashtag Indonesia Maju, dan (dari calon ini) ada pergeseran ke data. Misalnya, data ekonomi itu sudah mulai muncul," kata dia.
Baca Juga: Perludem: Kedaulatan Pemilih Terwujud Jika tak Ada Hoaks
Titi mengutarakan cara warganet berinteraksi di media sosial juga perlu diubah untuk menangkal penyebaran hoaks dan ujaran kebencian pada Pilpres 2019. Menurutnya, warganet harus menyadari bahwa medsos adalah ruang publik global.
"Medsos ini impact-nya global public yang bisa menimbulkan pengaruh. Cara interaksinya sangat privat. Ketika sendirian, merasa hanya dengan dirinya padahal yang disampaikan itu masuk ke dunia global, dan implikasi hukumnya tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi untuk yang lain," ujar dia.
Masa kampanye Pemilu 2019 segera dimulai pada Ahad (23/9). Pasangan capres-cawapres Joko Widodo-KH Ma'ruf dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno pun telah mendapatkan nomor urut untuk berkontestasi di Pilres 2019. Jokowi-Kiai Ma'ruf mendapatkan nomor urut 1, sedangkan Prabowo-Sandi mendapat nomor urut 2.