REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- “Yusuf, masa sampah itu diletakkan di situ,” seru Nurbaya.
Yusuf (8 tahun) yang mendengarnya urung membuang sekantong kresek berwarna putih berisi sampah. Ia berhenti termangu. Bocah kelas 2 SD itu tetap menggenggam kantong di ujung atas. Yusuf tampak bingung. Nurbaya lantas mendekati bocah kecil yang mengenakan songkok hitam dan berbaju koko tersebut.
“Ini sampah apa, Nak?,” tanya Nurbaya sembari memegang kantong kresek berisi botol plastik air mineral yang dipegang Yusuf.
“Botol plastik,” jawab Yusuf pelan.
“Ini tempat untuk sampah apa, sayang?,” tanya Nurbaya lagi. Yusuf diam tak menjawab.
Perempuan 44 tahun tersebut lantas membimbing Yusuf untuk membuangnya ke karung tempat sampah yang khusus untuk sampah botol plastik. Ada enam jenis tempat sampah dijejer di sana yang ditautkan dengan sebuah rangkaian rotan sebagai penopang. Masing-masing tempat untuk jenis sampah berbeda. Dari sampah kertas hingga botol plastik dibedakan.
Nurbaya tak lain merupakan guru Yusuf untuk mata pelajaran agama di Sekolah Dasar Darud Dakwah wal-Irsyad (SD DDI). Sekolah tersebut berada di Kelurahan Ujuna, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Seluruh siswa di sekolah ini memang dilatih untuk membuang sampah ke tempatnya dengan memisahkan jenis sampah.
Siswa Sekolah Dasar Darud Dakwah wal-Irsyad (SD DDI) membuang sampah di tempat yang sudah disediakan.
Sifa (11 tahun) lebih memahami dalam memilih tempat yang sesuai dengan sampah yang akan ia buang. Botol-botol plastik ia buang ke tempat sampah dengan papan kayu bertulis ‘Botol Plastik’. Bocah kelas 5 SD ini mengaku senang sejak dididik untuk tertib dalam membuang sampah.
“Teman-teman juga jadi buang ke sini (tempat sampah),” ujar Sifa, Jumat (21/9).
Menurut Nurbaya, membuang sampah pada tempatnya harus dibiasakan sejak dini. Terlebih untuk memisahkannya terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat yang sesuai jenis sampahnya. Ia tak memungkiri, kesadaran masyarakat di lingkungan setempat belum baik. Tak jarang mereka membuang sampah ke laut. SD DDI memang tak jauh dari pantai di Kota Palu.
Ia meyakini, persoalan sampah adalah persoalan semua pihak. Mendidik anak untuk membuang sampah pada tempatnya, kata dia, adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan semua orang, di manapun. Manfaatnya, akan sangat besar bagi alam dan manusia, bahkan untuk waktu yang sangat lama. “Ini ikhtiar kami yang bekersama dan awalnya diinisiasi Seangle,” ujar dia.
Komunitas Seangle Palu adalah kelompok pemuda yang aktif melakukan aksi pengelolaan sampah di Kota Palu. Seangle terpilih sebagai pemenang setelah satu tahun ‘Indonesian Youth Marine Debris Summit’ (IYMDS) tahun lalu. Seangle dianggap menunjukkan perkembangan yang paling signifikan dalam menjalankan program selama setahun.
Kerja sama mengedukasi anak tentang pentingnya membuang sampah dengan SD DDI merupakan salah satu program dari Seangle yang diberi nama ‘Seaschool’. Salah satu pendiri Seangle, Reni Septiani, mengatakan, program tersebut merupakan penerapan kurikulum lingkungan selama 1 term (4 bulan) di SD di Kota Palu. Kurikulum yang diterapkan berupa edukasi ke siswa-siswa tentang menjaga lingkungan dari sampah hingga proses memilah-milah atau mengategorikan jenis sampah sebanyak enam kategori.
Project ini bertujuan agar siswa-siswa dapat memahami secara mendalam tentang pengolahan sampah dan dapat mempengaruhi orang disekitar mereka di masa kini dan dimasa yang akan datang. Program itu sudah tujuh bulan berjalan atau tepatnya Februari 2018 dan SD DDI sebagai proyek percontohannya. Seangle juga turut bekerjasama dengan institusi pendidikan IAIN untuk melaksanakan program grebek sedotan demi terwujudnya #NoStrawMovementPalu.
Program kedua, lanjut Reni, dinamai 'Upcycling'. Program ini merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat lokal khususnya dalam mendaur ulang limbah plastik menjadi produk rajut. Proyek ini bertujuan untuk mengenalkan serta mengedukasi ke masyarakat bahwa limbah plastik khususnya kresek bisa dimanfaatkan menjadi produk bernilai jual sehingga dapat mendukung perkembangan ekonomi lokal.
Tempat sampah di Sekolah Dasar Darud Dakwah wal-Irsyad (SD DDI).
Ketiga, kata Reni, yakni 'Rupiah' yang merupakan akronim dari Rumah Pendidikan Sampah. Ini adalah rumah belajar untuk anak-anak setempat di 'Recycling Center' di jalan Lasoso, Palu Barat Sulawesi Tengah. Pembelajaran berupa bahasa Inggris bidang lingkungan. Anak-anak yang belajar di Rupiah hanya akan membayar dengan sampah yang telah ditentukan selama 1 term (4 bulan). Program ini bertujuan untuk mengajarkan bahasa Inggris sekaligus media belajar tentang lingkungan sejak usia dini. "Yang upiah ini kita sedang mulai rintis," kata Reni.
IYMDS telah mengumpulkan 64 pemimpin dari 34 provinsi di Indonesia yang berusia antara 18-25 tahun untuk diberikan pemahaman dan pengayaan secara mendalam mengenai sampah laut. IYMDS diinisasi oleh Divers Clean Action dan didukung oleh berbagai pihak sebagai bentuk perhatian terhadap masalah sampah laut.
Dengan berat sampah mencapai 1,3 juta ton per tahun, Indonesia dinyatakan sebagai negara terbesar kedua yang berkontribusi pada puing sampah plastik di laut dunia. Pendiri Divers Clean Action, Swietenia Puspa Lestari, mengatakan, selain untuk menggaungkan peranan masyarakat pesisir terkait peranannya dalam isu sampah laut di berbagai provinsi, IYMDS begitu penting karena merupakan platform bagi pemuda untuk memberi perubahan yang besar terhadap masalah sampah laut di daerahnya.
"Tidak hanya mendapatkan ilmu, namun peserta mendapatkan network, mentoring, dan pendanaan kegiatan setelah pulang ke daerah masing-masing. Selama satu tahun kebelakang, kami telah melihat berbagai kegiatan dan inovasi yang dibuat oleh masing-masing peserta," ujar dia.
Divers Clean Action didukung penuh oleh Kentucky Fried Chicken (KFC). General Manager Marketing KFC Indonesia Hendra Yuniarto mengatakan, sampah plastik menempati urutan lima besar sampah yang mengotori lautan. KFC berkomitmen melalui program corporate social responsibility (CSR) mendukung penuh kegiatan yang fokus terhadap isu lingkungan seperti ini.
"Karena laut itu masa depan kita," kata dia.
Sebagai bentuk komitmen mengurangi sampah plastik khususnya sedotan, KFC di semua gerainya di seluruh Indonesia sudah tidak menyediakan sedotan berbahan plastik per Mei 2018. "KFC Indonesia yang telah menjalankan gerakan peduli lingkungan melalui gerakan Nostrawmovement yaitu ajakan kepada konsumen untuk tidak menggunakan sedotan plastik sekali pakai," ujar Hendra.