REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Ribuan guru honorer di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat memilih mogok mengajar. Aksi mogok ini terkait adanya Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) nomor 36 tahun 2018 yang membatasi usia penerimaan CPNS maksimal 35 tahun.
"Ini bukan merupakan ancaman tetapi untuk memperjuangkan nasib kami sebagai guru honorer, seharusnya khusus untuk guru honorer yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun diberikan keringanan untuk menjadi PNS, bukannya malah dibatasi seperti ini," kata Ketua Guru Honorer Kadudampit Kris Dwi Purnomo di Sukabumi, Rabu (19/9).
Merurut dia, istigosah yang dihadiri sekitar tiga ribu guru dari 33 kecamatan di Kabupaten Sukabumi menuntut adanya kebijakan terkait adanya Permenpan RB tersebut. Selain itu, meminta kepada Bupati Sukabumi Marwan Hamami agar mengeluarkan Surat Keputusan (SK) terkait guru honorer tersebut.
Kris melanjutkan, batasan usia itu membuat guru honorer yang sudah mengabdi hingga puluhan tahun nasibnya seperti dikebiri, sebab mayoritas dari mereka usianya sudah di atas 40 tahun. Ia juga siap ikut dalam aksi nasional untuk meminta kepada pemerintah agar ada kebijakan khusus untuk guru honorer sebab nasib guru honorer jauh dari kata sejahtera.
"Bagaimana tidak, upah yang didapatnya hanya Rp 300 ribu hingga Rp 800 ribu setiap bulannya. Itupun dibayarkan setiap tiga atau enam bulan sekali," katanya.
Dengan gaji rendah, menurut dia, banyak guru yang nyambi menjadi tukang ojek, pedagang, buruh bangunan dan lain-lain untuk menutupi kebutuhan keluarganya. "Aksi yang kami lakukan ini dilakukan secara damai, tapi kami tetap pada tuntutan kami agar segera ditebitkan SK Bupati Sukabumi terkait keberadaan guru honorer," tambahnya.
Sekretaris Dinas Pendidikan (Sekdisdik) Kabupaten Sukabumi Solihin mengatakan, perwakilan guru honorer dengan Pemkab Sukabumi sudah melakukan audiensi tetapi tidak mendapatkan titik temu. Para guru honorer itu akan kembali melanjutkan aksi pada Selasa pekan depan di Pendopo Kabupaten Sukabumi.
"Mereka menuntut agar bupati membuatkan SK, tetapi sudah kami imbau agar kembali mengajar lagi karena imbasn mengganggu kegiatan belajar dan mengajar (KBM) di sekolahnya," katanya.