Rabu 19 Sep 2018 17:03 WIB

Polemik Impor Beras dan Kegeraman Buwas

Mendag menilai urusan impor beras sepenuhnya kebijakan Bulog.

Rep: Rahayu Subekti/Intan Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) dalam konferensi pers di Kantor Pusat Perum Bulog, Rabu (19/9) menegaskan tidak akan melakukan impor beras hingga Juni 2019 karena stok hingga akhir 2018 bisa sampai tiga juta ton setelah semua total impor beras masuk sebanyak 1,8 juta ton dari pesanan 2017.
Foto:
Beras (ilustrasi)

Dari total cadangan tersebut, Bulog memperhitungkan kebutuhan untuk Beras Sejahtera (Rastra) hanya akan terpakai 100 ribu ton. Dengan demikian, total stok beras yang ada di gudang Bulog hingga akhir Desember 2018 sebesar 2,7 juta ton.

Belum ditambah dengan serapan gabah dari dalam negeri sebesar 4.000 ton per hari (pada musim kering). Buwas memperkirakan stok akhir bisa mencapai 3 juta ton. Ia juga meyakini dengan posisi stok akhir Desember ditambah dengan serapan gabah hingga Juni 2019, Indonesia tidak perlu impor beras.

"Tim mengatakan rekomendasi sampai Juni 2019, tidak perlu impor. Bahkan, dimungkinkan beras cadangan impor dari Bulog tidak akan keluar. Tinggal menjaga, masa kita harus bertahan pada impor?" kata Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas.

Buwas mengaku saat ini harus menyewa gudang milik TNI AU untuk menyimpan stok beras. Karena itu, jika menyanggupi keinginan pemerintah untuk terus melakukan impor kembali maka tidak ada tempat lagi. Seharusnya menurut Buwas pemerintah menyediakan gudang beras.

Sebelumnya, Keputusan pemerintah untuk menambah impor beras sebanyak satu juta ton ditolak mentah-mentah oleh petani. Pasalnya, stok beras saat ini dinilai cukup seiring dengan musim panen raya yang sedang berlangsung. "Ya jelas petani menolak impor beras," tegas Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang kepada Republika.co.id, Kamis (23/8).

Sutatang mengungkapkan, keputusan pemerintah untuk kembali menambah impor beras sangatlah tidak tepat. Menurutnya, para petani di berbagai daerah sentra padi, terutama di Jawa Barat, saat ini sedang panen raya. "Keputusan impor itu menunjukkan pemerintah tidak ada kepedulian kepada para petani," ujar Sutatang dengan nada kesal.

Sutatang mengatakan, dari sisi produksi, hasil panen petani saat ini lumayan tinggi. Meski dilanda kemarau, namun produksi padi petani rata-rata bisa mencapai 6,2 ton per hektare.

Sutatang mengakui, sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu, seperti di Kecamatan Kandanghaur, Losarang dan Gabuswetan, ada yang puso (gagal panen) akibat kekeringan. Namun di daerah lain yang pengairannya cukup, produksi padi berlimpah.

Selain itu, kualitas padi yang dihasilkan petani saat ini pun cukup bagus seiring kondisi cuaca yang mendukung di saat panen. Apalagi, selama berlangsungnya musim tanam gadu 2018, areal persawahan relatif aman dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). "Dari segi harga, petani juga sedang menikmati harga yang lumayan tinggi meski belum ideal," tutur Sutatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement