REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Impor beras pemerintah kembali menjadi polemik. Hal ini setelah Dirut Bulog Budi Waseso mengungkapkan gudang-gudang Bulog yang sudah penuh oleh stok beras. Jika stok beras impor terus ditambah, kata ia, maka hal ini akan menjadi beban buat Bulog karena harus menyediakan gudang cadangan.
"Jika saya harus menyewa gudang itu menjadi cost tambahan. Ada yang bilang itu urusan Bulog saja, matamu! Nggak bisa begitu dong. Kita aparatur negara jangan saling tuding-tudingan," kata Buwas di Kantor Pusat Perum Bulog, Rabu (19/9).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita enggan mengomentari soal penuhnya gudang Bulog akibat impor beras. Sebab menurut Enggar, kebijakan impor yang sudah diputuskan Kemenko Perkonomian mengamanatkan impor dilakukan Bulog. "Nggak tahu saya, bukan urusan kami. Itu sudah diputuskan di Rakor Menko, urusan Bulog," ujar Enggar di kantor Kemenko Maritim, Selasa (18/9).
Baca juga, Impor Beras Jelang Panen, Petani: Kami Menolak.
Mendag Enggar mengatakan, urusan impor beras yang dilakukan oleh pemerintah sepenuhnya merupakan kebijakan Bulog. Tak hanya mekanisme impor, hingga persoalan perizinan juga kata Enggar berada di kewenangan Bulog.
"Kan bagian dari pemerintah. Kan ini minta persetujuan nih siapa yang ajuin, persetujuan impor Menko, Mendag, Mentan dan Bulog. Menetapkan izin impor, yang ditugaskan impor siapa? Bulog. Sesudah itu ada perpanjangan izin di Bulog," ujar Enggar.
Namun Buwas mengungkapkan, Bulog tak lagi memerlukan impor beras sampai dengan Juni 2019. Ia mengaku memiliki kajian yang kuat sebelum memutuskan hal tersebut. Buwas telah mempertimbangkan masukan dari ahli independen, Kementerian Pertanian, serta jajaran Bulog.
Buwas menyebutkan bahwa saat ini cadangan beras di gudang Bulog mencapai 2,4 juta ton. Jumlah tersebut belum termasuk dengan beras impor yang akan masuk pada Oktober sebesar 400 ribu ton sehingga total cadangannya menjadi 2,8 juta ton.