REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menegaskan, pihaknya tidak akan mentoleransi kampanye hitam saat masa kampanye pemilu dan pilpres 2019. Kapolri mengatakan, pelaku penyebar kampanye hitam bisa dikenai pidana karena melanggar Undang-Undang Pemilu hingga pidana.
"Yang tidak bisa di toleransi Polri adalah black campaign itu artinya kampanye tentang sesuatu yang tidak terjadi tapi seolah-olah dibuat, direkayasa didesain seolah-olah itu terjadi," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta, Senin (17/9).
Tito memastikan, Polri akan melakukan penindakan pada segala bentuk kampanye hitam. Bila kampanye hitam berupa berita bohong atau hoaks, maka UU ITE mengancam si pelaku. Direktorat Tindak Pidana Siber dan Biro Multimedia akan bertugas melakukan melawan kampanye hitam dengan hoaks itu.
Tito mengakui, Polri tidak bisa sepenuhnya mencegah adanya kampanye negatif. Kampanye negatif adalah fakta buruk tentang calon yang kerap diungkap pada masa kampanye. Menurutnya, kampanye negatif ini bakal terjadi dalam segala kontestasi mulai dari pemilihan Presiden hingga anggota dewan.
"Negative campaign dalam artian sesuatu yang benar terjadi tentang suatu kekurangan kontestan boleh-boleh saja disampaikan dalam batas tertentu dan etika tertentu," katanya.
Kampanye negatif ini, Tito mengatakan memiliki dampak publik bisa memahami bahwa calon pemimpin atau wakilnya juga memiliki kelemahan. Sehingga, saat memilih, utuh dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Secara umum, Tito pun berharap kontestasi pileg dan pilpres berjalan secara demokratis dan aman. Sehingga, Tito tetap berharap agar para calon dan pendukungnya mengusung kampanye positif berupa adu program.