Selasa 18 Sep 2018 00:01 WIB

Habib Rizieq Serukan Politik Identitas Berketuhanan

Para habib dan ulama tidak akan pernah memainkan politik identitas SARA.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Didi Purwadi
Habib Rizieq Shihab.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Habib Rizieq Shihab.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, menitipkan pesan kepada peserta Ijtima' Ulama dan Tokoh Nasional II di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Ahad (16/9). Melalui pesan suara dari Arab Saudi, Habib Rizieq mengatakan bahwa Indonesia bisa merdeka dengan politik identitas.

''Ingat Indonesia merdeka dengan politik identitas, ingat NKRI juga lahir melalui politik identitas, ingat Pancasila pun disusun dengan politik identitas," kata Habib Rizieq melalui pesan suara saat Ijtima' Ulama pada Ahad (16/9).

Habib Rizieq mengatakan para habib dan ulama yang istikamah, tidak akan pernah memainkan politik identitas SARA yang rasis dan fasis. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan syariat dan konstitusi.

Tetapi, ujar Habib Rizieq, para habib dan ulama yang istikomah itu akan selalu memainkan politik identitas yang terhormat dan bermartabat. Yaitu, politik identitas umat kebangsaan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ijtima Ulama II Menetapkan Empat Hal Ini

TKN Jokowi-Ma’ruf Hormati Keputusan Ijtima Ulama II

Ia mencontohkan Wali Songo, sultan-sultan di Nusantara, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Tengku Umar dan pahlawan-pahlawan lainnya. ''Mereka melawan penjajah Belanda, Inggris, Portugis hingga Jepang dengan politik identitas,'' katanya.

Ketika meminta fatwa ulama dan menggerakkan santri dengan takbir melawan Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA) di Surabaya, kata Habib Rizieq, Bung Tomo juga menggunakan politik identitas. Saat masuk ke hutan melakukan perlawanan dengan cara gerilya untuk mempertahankan Republik Indonesia, Jenderal Soedirman juga melakukannya dengan politik identitas.

Tanggapan Ustaz Yusuf Mansur Soal Ijtima' Ulama II

Kiai Ma'ruf Tanggapi Hasil Ijtima Ulama II

''Bung Karno menandatangani Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, itu pun politik identitas. Soeharto bersama TNI dan umat Islam membasmi PKI, juga politik identitas,'' katanya. ''Bahkan saat Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, ulama dan umat Islam melakukan politik identitas untuk menjunjung tinggi ayat suci di atas ayat konstitusi.''

Habib Rizieq menegaskan politik identitas ulama dan umat Islam bukan politik SARA, rasis dan fasis. Melainkan, politik umat kebangsaan untuk mencari ridho Allah SWT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement