Senin 17 Sep 2018 13:18 WIB

Masa Depan Paralel Rupiah

Banyak faktor penyebab pelemahan rupiah atas dolar AS.

 Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS
Foto:

Produktivitas tenaga kerja yang lekat tanah juga menambah beban rupiah. Singkatnya, ini permasalahan struktural menahun yang tak kunjung selesai. Pemerintah bukannya kurang akal, pembangunan infrastruktur adalah salah satu intervensi buruknya kinerja industri.

Namun, di sisi lain, Kementerian Perindustrian malah terjebak hype revolusi industri keempat tanpa memberikan solusi taktis atas permasalahan yang sering disebut Dani Rodrik sebagai fenomena deindustrialisasi prematur.

Dalam jangka pendek, pemerintah mengurangi tekanan pada neraca akun semasa dengan pengenaan PPh 22 atas impor barang konsumsi, perluasan TKDN, perluasan penggunaan B-20, dan insentif ekspor. Ini justru akan membawa rupiah pada masa depan paralel yang kelam.

Betapa tidak, pengenaan PPh 22 rata-rata 8,5 persen atas impor barang konsumsi berpotensi membuat output mengerut hingga Rp 47 triliun dan hilangnya pendapatan rumah tangga hingga Rp 5 triliun. Belum lagi potensi retaliasi negara mitra dagang.

Sementara itu, penggunaan TKDN akan memicu inflasi mengingat kapasitas industri kita belum memadai untuk memenuhi kebutuhan industri. Pada gilirannya justru makin menekan industri secara umum. Bagaimana dengan penggunaan B-20?

Dampak segeranya, hilangnya potensi ekspor CPO yang justru semakin menekan kinerja ekspor dus neraca akun semasa. Pemberian insentif ekspor juga berpeluang pada countervailing measures negara mitra yang tentunya melibatkan kenaikan biaya untuk ekspor.

Menurut simulasi kami, potongan subsidi BBM justru akan lebih tepat, di mana tekanan defisit neraca migas justru lebih besar dibandingkan impor barang konsumsi yang tidak terlalu signifikan. Bagaimana dengan dampak pemotongan subsidi?

Pemotongan subsidi rata-rata 10 persen hanya akan membuat output terkontraksi hingga Rp 20 triliun dan pendapatan rumah tangga yang hilang maksimal Rp 2 triliun.

Dengan efektivitas yang menghunjam nadi masalah serta dampak negatif yang juga tak sebesar PPh 22 tersebut, bisa jadi pemotongan subsidi adalah inflection point yang akan membuat rupiah makin kuat pada masa mendatang. Tetapi, tentu ada prasyaratnya, proses pembenahan struktur ekonomi tetap berjalan dengan efektif yang melibatkan mekanisme pendampingan, kontrol, serta evaluasi kebijakan.

Jika demikian, nasib rupiah pada masa depan hanya akan ditentukan strategi dan taktik di jangka pendek dan menengah oleh pemangku kebijakan.

Mungkin kita semua bisa berefleksi pada Horace sebagaimana disampaikan seniman penuh satire Persius. “Ujung jemari Horace adalah refleksi kesalahannya, di mana kemudian dia menggunakan itu untuk memainkan nada emosi nan memikat hati.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement