Jumat 14 Sep 2018 19:18 WIB

Setnov: Saya Hanya Minta Eni Kooperatif kepada KPK

Eni mengakui pernah didatangi oleh Setya Novanto saat berada di Rutan KPK.

Terdakwa tindak pidana korupsi  KTP Elektronik, Setya Novanto  memberikan keterangan  kepada media  saat jeda  dalam sidang lanjutan dokter Bimanesh Sutarjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (19/4).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa tindak pidana korupsi KTP Elektronik, Setya Novanto memberikan keterangan kepada media saat jeda dalam sidang lanjutan dokter Bimanesh Sutarjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (19/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua umum Partai Golkar, Setya Novanto mengaku hanya meminta bekas anak buahnya politikus Golkar, Eni Maulani Saragih untuk terbuka kepada KPK. Diketahui Eni menjadi salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek PLTU-Riau 1.

"Ini kan anak buah saya, namanya anak buah kan saya merasakan jadi saya membesarkan hati, kita minta kooperatif dan menjelaskan secara terbuka dan kalau itu kan bisa ringan hukumannya," kata Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/9).

Pada 7 September 2018 lalu, mantan Wakil Bendahara Partai Golkar Eni Maulani Saragih mengaku bahwa mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto sempat menemuinya di rumah tahanan KPK di gedung Merah Putih KPK dan menyampaikan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Padahal, Setnov saat ini sedang menjalani hukuman 15 tahun penjara di lapas Sukamiskin Bandung karena dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik (KTP-el).

"Saya cuma tanya apakah benar ada dana dari partai, apakah benar ada (dana) masuk ke munaslub (muswayawarah nasional luar biasa)," tambah Setnov.

Eni beberapa kali sempat mengatakan, bahwa ada uang Rp 2 miliar mengalir ke Munaslub Golkar pada Desember 2017. "Menurut mbak Eni ada. Apa ada buktinya? Biar bagaimanapun saya prihatinlah sama partai Golkar," ungkap Setnov.

Partai Golkar sendiri sudah mengembalikan uang Rp 700 juta ke KPK pada pekan lalu terkait perkara ini. Sedangkan Eni sudah mengembalikan uang Rp 500 juta kepada KPK pada 30 Agustus 2018.

Selain Eni, KPK menetapkan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka. KPK dalam perkara ini menduga Idrus Marham mendapat bagian yang sama besar dari Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan pemegang saham Blakgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo bila purchase power agreement proyek PLTU Riau 1 berhasil dilaksanakan Johannes Kotjo dan kawan-kawan.

Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johanes yaitu pada November-Desember 2017 Eni menerima Rp 4 miliar sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp 2,25 miliar. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu yaitu uang Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut.

Diduga, penerimaan uang sebesar Rp 500 juta merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Sebelumnya, Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp 4,8 miliar yaitu pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp 2 miliar dan 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta yang diberikan melalui staf dan keluarga.

Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Proyek PLTU Riau-1 merupakan bagian dari proyek pembakit listrik 35 ribu MW secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap letter of intent (LOI) atau nota kesepakatan. Kemajuan program tersebut telah mencapai 32 ribu MW dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement