Jumat 14 Sep 2018 13:36 WIB

Satu Kecamatan di Lombok Barat Ditetapkan KLB Malaria

Sebanyak 128 orang menderita Malaria di Lombok Barat.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nur Aini
Nyamuk adalah salah satu penyebar penyakit malaria (ilustrasi).
Foto: AP
Nyamuk adalah salah satu penyebar penyakit malaria (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Pemerintah Kabupaten Lombok Barat telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk Kecamatan Gunungsari terhadap kasus malaria pada Rabu (12/9). Penetapan status KLB malaria berdasarkan Permenkes RI Nomor 949 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa.

Kepala Dinas Kesehatan Lombok Barat, Rahman Sahnan Putra mengatakan, hingga Kamis (13/9) tercatat malaria sudah menyerang sekitar 128 orang, termasuk ibu hamil, bayi, dan balita yang tersebar di 28 Dusun, 10 Desa, dan 4 Kecamatan di Lombok Barat, meliputi Kecamatan Gunungsari, Batulayar, Lingsar, dan Narmada.

"Kasus Malaria sendiri, pertama kali ditemukan pada akhir Agustus di pos pengungsian Desa  Penimbung, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, dan kemudian terus menyebar hingga saat ini," ujar Rahman di Lombok Barat, NTB, Jumat (14/9).

Rahman mengatakan, dari 128 pasien positif malaria terdapat satu orang ibu hamil, dua bayi, dan dua balita. Para pasien saat ini dirawat di Puskesmas Gunungsari, Puskesmas Penimbung, Rumah Sakit Islam Mataram, dan RSUD Gerung Lombok Barat.

"Jika dibandingkan Agustus dan September pada 2017, peningkatan kasus sangat besar karena pada 2017 hanya ditemukan enam kasus saja di bulan yang sama," kata dia.

Rahman mengatakan, selain merawat dan mengobati penderita malaria, saat ini upaya pencegahan juga dilakukan dengan pembagian kelambu dan lotion anti nyamuk kepada masyarakat di empat kecamatan terdampak. Namun, kata dia, Pemkab Lombok Barat baru mampu menyediakan sekitar 2.500 unit kelambu dari sekitar 10 ribu unit yang dibutuhkan.

"Sejak ditetapkan KLB, sudah ada bantuan kelambu 5 ribu dari PMI dan 1.500 dari Global Fund, tapi ini masih dalam perjalanan," ucapnya.

Menurut Rahman, hal yang cukup berat dalam penanganan KLB Malaria di Lombok Barat adalah proses Mass Blood Survey (MBS) atau pemeriksaan darah massal, di lokasi terjangkit Malaria. Sebab dalam aturan WHO, MBS harus dilakukan kepada seluruh masyarakat di lokasi terdekat dengan wabah malaria.

"Sehingga taksiran kita itu harus melakukan melakukan MBS untuk seluruhnya diperkirakan membutuhkan 18 ribu stick atau setara dengan Rp 996 juta. Ini baru harga stick, belum lagi operasional dan tahapan lainnya," ucap Rahman.

Ia memperkirakan, Lombok Barat membutuhkan dana sekitar Rp 3,4 miliar untuk penanganan kasus malaria tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement