REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menuturkan rencana pertemuannya dengan calon presiden (capres) pejawat, Joko Widodo (Jokowi) hanya untuk membangun komunikasi politik. Sebab, sebelumnya PBB sudah bertemu dengan kubu pasangan bakal capres dan cawapres Prabowo Sandiaga-Sandiaga Uno.
"Akan ada pertemuan itu (dengan Jokowi), dan saya pikir kita kan sudah bertemu dengan Sandiaga dengan Prabowo. Membangun komunikasi kan biasa, mendengar siapa saja," ujar dia kepada Republika.co.id, Kamis (13/9).
Soal kapan elite PBB akan bertemu Jokowi, Yusril mengatakan waktunya belum ditentukan tapi memang sedang diatur. Sebelumnya, Yusril mengakui dalam waktu dekat partai yang memiliki afiliasi kuat terhadap umat Islam ini akan menjadi bagian dari posko Cemara, rumah pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Dalam waktu dekat ini saya sudah direncanakan akan bertemu dengan Pak Jokowi. Paling di bulan September ini. Jadi sudah ada yang mengatur," kata dia.
Pilihan Yusril akan bertemu Jokowi ini merupakan upaya komunikasi politik setelah sebelumnya ia berkomunikasi dengan kubu Prabowo-Sandi pada 30 Agustus lalu. Dalam pertemuan tersebut, bakal calon wakil presiden (cawapres) Sandiaga Uno dan Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono bertemu dengan Yusril beserta jajaran pimpinan DPP PBB.
Yusril mengakui, pertemuan tersebut belum memenuhi harapan PBB. Terutama soal strategi bersama agar PBB kembali meraih kursi di Senayan, dengan lolos ambang batas parlemen 4 persen. Ia menyebut Sandi tidak berani memastikan bisa mensinergikan strategi agar 2019 PBB kembali ke Senayan.
Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noor saat dikonfirmasi, Senin (10/9), mengomentari pernyataan Yusril bahwa Jokowi, sebagai capres pejawat, tidak perlu mundur atau cuti sebagai presiden. Menurut Afriansyah, pernyataan tersebut memiliki pesan politik yang tegas. Ia menambahkan sikap Yusril sebagai akademisi biasanya sejalan dengan sikap politiknya.
Bagi Yusril, ia menerangkan, seorang politisi haruslah mendasarkan sikap politiknya pada intelektualisme. “Beliau tidak pernah split personality dalam bersikap,” kata Afriansyah.